Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Putusan MK Mencabut Roh KPK"

Kompas.com - 28/05/2015, 12:55 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua mengatakan, Undang-undang KPK harus segera direvisi. Menurut dia, setelah adanya perluasan objek praperadilan oleh Mahkamah Konstitusi, kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi seolah dilemahkan.

"Putusan MK itu mencabut roh KPK. Jadi UU KPK perlu diamandemen," ujar Abdullah melalui pesan singkat, Kamis (28/5/2015).

Abdullah mengatakan, dalam UU KPK, perlu dipertegas mengenai ketentuan tentang penyelidik, penyidik, dan penuntut umum KPK. Dalam putusan praperadilan mantan Direktur Jenderal Hadi Poernomo, dinyatakan bahwa penyelidikan kasus Hadi tidak sah karena penyelidiknya bukan diangkat dari Polri sehingga dianggap ilegal.

Padahal, dalam sidang praperadilan sebelumnya yang digugat tersangka lainnya, KPK dianggap sah mengangkat sendiri penyelidik dan penyidiknya.

"Di UU KPK harus disebutkan dengan jelas bahwa KPK berwenang merekrut sendiri penyelidik, penyidik, JPU di luar kepolisian dan kejaksaan," kata Abdullah.

Selain itu, kata Abdullah, dalam undang-undang tersebut juga perlu dijelaskan ketentuan mengenai pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK. Dalam UU KPK, dinyatakan bahwa pegawai negeri tersebut diberhentikan sementara dari instansi asalnya.

Semestinya, kata dia, pegawai tersebut harus diberhentikan secara permanen dari institusi asal sehingga statusnya merupakan pegawai tetap KPK.

"Berarti, putus hubungannya secara permanen dengan instansi asal. Jadi bosnya hanya KPK," kata Abdullah.

Abdullah mengatakan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2005 tentang manajemen sumber daya manusia di KPK, terdapat tiga jenis pegawai, yaitu pegawai yang dipekerjakan, pegawai tetap, dan pegawai tetap.

Mengingat risiko penyelidik dan penyidik yang dipermasalahkan, Abdullah menyarankan agar peraturan tersebut direvisi dengan menghapuskan pegawai negeri yang dipekerjakan.

"Agar terjadi mobilitas vertikal di kalangan pegawai tetap KPK, maka status mereka ditetapkan sebagai pegawai negara," kata Abdullah.

Dengan demikian, kata Abdullah, mereka dapat dipromosikan di kementerian lain dalam rangka menularkan semangat dan budaya antikorupsi. Abdullah mengatakan, mereka juga dapat berfungsi sebagai whisleblower terhadap KPK dalam aspek penindakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com