Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Buahnya Ditangkap KPK, Bos Sentul City Mengaku Ketakutan

Kompas.com - 04/05/2015, 14:08 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Presiden Direktur PT Sentul City Kwee Cahyadi Kumala mengaku ketakutan saat anak buahnya di PT Bukit Jonggol Indah, Yohan Yap, ditangkap oleh KPK terkait kasus dugaan suap alih fungsi hutan di Bogor. Cahyadi merupakan Komisaris Utama di PT BJA, tempat Yohan bekerja.

"Saat Yohan Yap ditangkap, apa yang terdakwa rasakan?" tanya hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/5/2015).

"Sangat takut sekali. Kalau sudah urusan KPK, takut sekali," jawab Cahyadi.

Cahyadi sebelumnya menampik isi berita acara pemeriksaan bahwa ia menyerahkan sejumlah uang kepada mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin melalui Yohan terkait kepengurusan alih fungsi hutan. Hakim pun mempertanyakan alasan ketakutan Cahyadi, sedangkan ia tidak merasa memberikan uang tersebut.

"Karena saya tahu disebut ada transaksi uang, saya tahu nama saya dibawa-bawa. Makanya saya takut sekali," kata Cahyadi.

Hakim lantas membeberkan isi BAP yang menyatakan bahwa setelah Yohan ditangkap, Cahyadi langsung menyuruh anak buahnya untuk membereskan sejumlah berkas terkait rekomendasi alih fungsi hutan. Cahyadi menampik sebagian isi BAP tersebut.

"Iya, memang saya minta bereskan sejumlah dokumen. Tapi, itu tidak ada hubungannya dengan itu (penangkapan Yohan). Mungkin hanya ketakutan saya," kata Cahyadi.

Cahyadi mengakui sempat meminta sejumlah anak buahnya untuk tidak menyeretnya dalam kasus yang menjerat Yohan. Cahyadi mengaku memerintahkan anak buahnya yang bernama Rossely Tjung untuk mentransfer sejumlah uang ke Yohan.

Namun, ia mengaku uang tersebut bukan untuk diserahkan ke Rachmat. Oleh karena itu, Cahyadi merasa ketakutan dikaitkan dengan kasus tersebut karena pernah mengirim uang ke Yohan.

"Saya takut terlibat, Yang Mulia," ujar Cahyadi.

Dalam surat dakwaan, pada 30 Januari 2014, Cahyadi memerintahkan Yohan untuk menyerahkan cek senilai Rp 5 miliar kepada Rachmat Yasin. Uang tersebut diberikan Cahyadi terkait alih fungsi hutan di Bogor menjadi kawasan komersial.

"Yohan, you kasih ke Bapak Rachmat Yasin biar cepat selesai izinnya," ujar jaksa, menirukan ucapan Cahyadi seperti tertuang dalam BAP.

Uang tersebut diserahkan secara bertahap kepada Rachmat. Baru pada 29 April 2014 Rachmat menerbitkan surat rekomendasi itu. Setelah Yohan ditangkap, Cahyadi memerintahkan para anak buahnya, yaitu Teuteung Rosita, Rosselly Tjung, Dian Purwheny, dan Tina Sugiro, untuk mengamankan dokumen terkait proses pengurusan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754,85 hektar atas nama PT BJA yang diajukan ke Rachmat.

Cahyadi melakukan hal tersebut agar dokumen-dokumen itu tidak disita oleh penyidik KPK. Kemudian, pada 11 Mei 2014, Cahyadi menggelar pertemuan di rumahnya dengan sejumlah anak buahnya, Komisaris PT Briliant Perdana Sakti Ko Yohanes Heriko, Direktur PT BPS Suwito, dan sejumlah pihak lainnya.

"Pertemuan itu membahas penangkapan Yohan Yap oleh KPK dan uang yang diberikan Yohan ke Bupati Bogor Rachmat Yasin," kata jaksa.

Cahyadi juga disebut mengarahkan anak buahnya, Rosselly, untuk memberikan keterangan tidak benar saat diminta bersaksi oleh penyidik KPK dalam kasus Yohan.

Rosselly diberikan arahan agar pada saat bersaksi tidak menyebutkan keterlibatan Cahyadi dan memberi keterangan bahwa PT BPS adalah milik Haryadi Kumala, adik Cahyadi. Begitu pula dengan pemeriksaan saksi lainnya, Cahyadi meminta untuk tidak menyeret namanya dalam kesaksian.

Ia meminta kepada saksi untuk melibatkan Haryadi sebagai penanggung jawab PT BPS yang sebenarnya merupakan milik Cahyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com