Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengingat Kembali Kasus Novel Baswedan

Kompas.com - 01/05/2015, 10:22 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Oktober 2012 lalu, suasana tegang menyelimuti Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketika itu, sejumlah petugas Kepolisian Daerah Bengkulu dengan dibantu sejumlah perwira Polda Metro Jaya mendatangi Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, untuk menangkap seorang penyidik KPK bernama Novel Baswedan.

Alasan penangkapan didasarkan pada penetapan Novel sebagai tersangka. Kepolisian menyangka Novel melakukan penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet ketika bertugas di Polrestra Bengkulu pada 2004. Peristiwa yang dituduhkan kepada Novel tersebut merupakan peristiwa lawas.

Kasus sarang burung walet

Ketika itu, Novel baru empat hari menjadi Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu. Suatu hari, anak buahnya menganiaya tersangka pencuri sarang burung walet. Saat itu, Novel tidak ada di tempat kejadian perkara. Namun, belakangan, dia disalahkan lantaran dianggap bertanggung jawab atas perilaku anak buahnya.

Terkait peristiwa ini, Novel juga sudah menjalani pemeriksaan kode etik di Mapolres Bengkulu dan Polda Bengkulu. Dari hasil pemeriksaan kode etik tersebut, Novel dikenai sanksi berupa teguran. Setelah insiden itu, Novel masih dipercaya sebagai Kasat Reskrim di Polres Bengkulu hingga Oktober 2005.

Baru pada 2006 Novel bergabung dengan KPK sebagai penyidik. Namun, pada 2012, Polrestra Bengkulu menetapkan Novel sebagai tersangka dugaan penganiayaan terkait kasus pencurian sarang burung walet. Penetapan tersangka Novel ini tak lama setelah KPK menetapkan Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka.

Penetapan Djoko dan Novel sebagai tersangka itu sempat menimbulkan ketegangan antara Kepolisian dan KPK. Ketegangan tersebut kemudian terselesaikan setelah Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden kala itu turun tangan. Dalam pidatonya, SBY menyatakan bahwa penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat dalam hal waktu dan cara. SBY juga menyerahkan penanganan kasus Djoko Susilo kepada KPK.

Namun, instruksi SBY tersebut tidak serta merta menghentikan proses hukum terhadap Novel di Kepolisian. Pada pertengahan Februari 2015, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes (Pol) Rikwanto menyatakan bahwa Bareskrim Polri melanjutkan pengusutan kasus Novel. Menurut Bareskrim, status tersangka Novel tidak dicabut. Polri juga beralasan kasus hampir kadaluarsa jika tidak dilanjutkan.

Kemudian, pada 13 Februari 2015, Bareskrim memanggil Novel untuk diperiksa. Namun, Novel tidak memenuhi panggilan Polisi tersebut. Bareskrim pun kembali memanggil Novel untuk diperiksa pada 26 Februari 2015. Lagi-lagi, Novel tidak memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan Kepolisian.

Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengakui bahwa ia melarang Novel untuk memenuhi panggilan pemeriksaan Polri tersebut.

Ditangkap

Pada Jumat dini hari tadi, Novel ditangkap di kediamannya di Jakarta. Penangkapan Novel berdasarkan surat perintah penangkapan Novel dengan Nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum.

Surat tersebut memerintahkan untuk segera dilakukan pemeriksaan karena diduga keras Novel melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan mau pun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau Pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto. Surat itu juga menyebutkan bahwa Novel sudah dua kali tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah sehingga dilakukan penangkapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com