Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenlu: Pembunuhan yang Dilakukan Karni Sadis, Keluarga Korban Tak Mau Memaafkan

Kompas.com - 17/04/2015, 08:22 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan untuk memohonkan pengampunan bagi warga negara Indonesia, Karni bin Medi Tarsim, yang mendapatkan hukuman mati atas pembunuhan yang dilakukannya pada 2012. Namun, tindakan pembunuhan yang dilakukan Karni tergolong sadis sehingga keluarga korban tak mau memaafkan. Ia membunuh anak majikannya yang berusia 4 tahun.

Karni pun menjalani eksekusi mati di Arab Saudi pada Kamis (16/4/2015). 

"Perhatian publik Arab Saudi lebih besar terhadap kasus Karni. Pembunuhan yang ia lakukan sangat keji, yaitu membunuh anak kecil pada saat anak itu sedang tidur," ujar Arrmanatha, di Gedung Kemenlu RI, Jakarta, Kamis (16/4/2015).

Arrmantha mengatakan, kasus pembunuhan yang dilakukan Karni terjadi pada September 2012. Anak majikannya yang berusia 4 tahun dibunuh Karni dalam keadaan tidur. Padahal, berdasarkan pengakuan Karni di pengadilan, kedua majikannya selalu memperlakukan dirinya dengan cukup baik. Kasus ini juga menimbulkan kasus lainnya karena saat kasus itu terjadi, ayah korban yang bergegas menuju rumahnya terlibat kecelakaan hingga menimbulkan korban jiwa. Kasus ini mendapatkan perhatian besar dari publik di Arab Saudi. 

Proses peradilan berlangsung cepat. Karni dieksekusi dua tahun setelah divonis mati pada 2013. Pemerintah Indonesia, menurut Arrmanatha, telah berusaha semaksimal mungkin dengan menempuh berbagai upaya hukum. Bahkan, Presiden RI telah tiga kali menyampaikan surat permohonan pengampunan dan mediasi kepada Raja Arab Saudi. Namun, hal-hal tersebut tidak juga membuahkan pengampunan bagi Karni.

Arrmanatha mengatakan, keluarga Karni yang berada di Jawa Tengah juga sudah dua kali diberangkatkan ke Arab Saudi untuk bertemu Karni dan meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban. Hukum di Arab menyatakan bahwa yang berhak membatalkan eksekusi mati adalah keluarga korban sebagai ahli waris.

"Dalam pertemuan dengan Wakil Menlu Arab, Menlu RI kembali meminta bantuan untuk memohonkan maaf kepada keluarga korban. Namun, karena kejadiannya sangat mengerikan, keluarga korban bersikeras tidak mau memberi maaf," ujar Arrmanatha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com