"Alasannya bisa karena korupsi, atau karena adanya konflik kepentingan," ujar Erasmus saat ditemui, Kamis (9/4/2015), di Jakarta.
Dalam Pasal 9 huruf d UU KPK disebutkan bahwa KPK berhak mengambil alih penyidikan, apabila penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi. Selain itu, dalam Pasal 9 huruf e, KPK berhak apabila terjadi hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif.
Selanjutnya, dalam Pasal 9 huruf f, KPK berhak mengambil alih, jika terjadi hambatan dari keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Erasmus, bunyi ayat-ayat dalam pasal tersebut bisa berpotensi terjadi dengan adanya konflik kepentingan apabila penanganan kasus Budi Gunawan diserahkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
"Bayangkan kalau perkara Budi Gunawan diselidiki oleh mantan anak buahnya. Tidak mungkin kasus itu akan dilanjutkan," kata Erasmus.
Erasmus mengatakan, supervisi KPK dengan menggunakan alasan pada Pasal 9 UU KPK tersebut juga tidak akan berlawanan pada putusan praperadilan. Menurut dia, bunyi Pasal 11 UU KPK yang digunakan hakim Pengadilan Negeri untuk membatasi kewenangan KPK, tidak bisa melampaui aturan dalam pasal sebelumnya.
Dalam salah satu putusan praperadilan beberapa waktu lalu, hakim menyatakan bahwa KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan terhadap Budi Gunawan. Hakim beralasan bahwa Budi bukan sebagai penyelenggara negara, dan dugaan nilai kerugian negara yang ditimbulkan tidak melebihi Rp 1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.