Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Nelayan Bertengkar dengan Menteri Susi di Hadapan Jokowi...

Kompas.com - 08/04/2015, 17:16 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berjalan terburu-buru saat keluar dari Istana Negara, Rabu (8/4/2015) sekitar pukul 12.40. Raut wajah Susi terlihat "masam". Tak seperti biasanya, Susi pun tampak tak ramah saat diwawancarai.

"Tanya saja sana sama nelayannya!" kata Susi kepada wartawan yang menanyakan pembahasan yang dilakukan nelayan bersama Presiden Joko Widodo.

Pertanyaan ini dilontarkan lantaran pertemuan itu tertutup dan tidak masuk dalam jadwal kegiatan resmi Presiden. Meski mendapat pertanyaan lagi, Susi tak menghentikan langkahnya menuju lapangan parkir.

Sekitar 45 menit kemudian, sejumlah pria berkemeja batik pun berbondong-bondong keluar dari Istana Negara. Mereka ternyata berasal dari Front Nelayan Bersatu yang datang dari kawasan Rembang dan Brebes.

Sabrina Asril/KOMPAS.com Koordinator Front Nelayan Bersatu, Bambang Wicaksana?.

Koordinator Front Nelayan Bersatu, Bambang Wicaksana, pun bercerita bahwa pertemuan tadi cukup sengit. Gara-garanya ialah para nelayan mengeluhkan kebijakan Susi yang melarang semua nelayan pantura menggunakan cantrang (alat untuk menangkap ikan tanpa pemberat) mulai bulan September.

Susi menganggap penggunaan cantrang itu layaknya penggunaan trawl yang akan merusak kelestarian biota laut.

"Pemberlakuan Permen 2/2015 tentang pelarangan alat tangkap ikan, salah satunya cantrang, sangat mematikan ekonomi nelayan kami. Terpaksa berbagai upaya kami lakukan, mulai dari Ombudsman, DPR RI, berdemo, tetapi tidak ada tanggapan dari Ibu Susi sehingga terpaksa kami menghadap Bapak Presiden," ucap Bambang.

Dia mengatakan, nelayan sebenarnya hanya meminta agar pelarangan itu ditunda sampai tiga tahun mendatang. Sebab, apabila dalam jangka waktu yang sempit nelayan harus berhenti melaut, mereka tidak bisa membayar kredit yang diajukan. Jika nelayan harus mengganti alat tangkap ikan, biaya yang harus dikeluarkan sangat besar.

Dia menuturkan, untuk menggunakan cantrang, hanya dibutuhkan Rp 300 juta. Namun, untuk mengganti dengan alat lain, nelayan harus menghabiskan Rp 1 miliar. Jumlah itu belum ditambah lagi dengan biaya penggantian kapal dan pelatihan nelayan.

Akan tetapi, Bambang mengaku Susi bersikeras dalam rapat itu. Meski tak memberikan solusi, Susi juga tidak mau melunak dan meminta nelayan untuk tidak menggunakan cantrang mulai September. "Kalau tidak, kami akan ditangkap patroli laut," ucap dia.

Karena sama-sama bersikeras, rapat itu pun berlangsung alot. Susi akhirnya meninggalkan ruangan sebelum rapat berakhir.

"Bertengkar, enggak ada titik temu, terus Bu Susi pamit. Kita bertengkar di depan Pak Presiden," ucap Bambang.

Bambang mendengar Susi yang berada di samping Presiden Jokowi dibisiki oleh orang nomor satu negeri ini. Jokowi, sebut Bambang, meminta Susi untuk meninggalkan ruangan karena keadaan memanas.

"Pak Jokowi bilang, Bu Susi keras, tidak boleh dihadapi dengan keras juga. Tapi, setelah selesai, Presiden menjanjikan insya Allah akan menyelesaikan masalah ini dengan baik," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Nasional
Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

Nasional
Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Nasional
Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Nasional
Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P dalam Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P dalam Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com