JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan bahwa pengadaan sistem pembayaran online atau payment gateway yang pernah dijalankan di Kemenkumham sebenarnya sudah memenuhi persyaratan formal. Meski demikian, ia mengakui pada akhirnya sistem berbayar tersebut dihentikan karena tidak disetujui oleh Menteri Keuangan.
"Setiap peraturan menteri yang diprakarsai oleh eselon I pasti telah memenuhi persyaratan formal yang diwajibkan. Lalu ada harmonisasi dan sinkronisasi," ujar Amir saat ditemui di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (30/3/2015).
Amir mengakui bahwa ia memberikan tanda tangan persetujuan terhadap pengadaan sistem payment gateway. Namun, menurut Amir, mengenai masalah teknis di lapangan, termasuk soal keuangan, hal itu menjadi tanggung jawab pemrakarsa sistem. Dalam hal ini, pemrakarsa sistem tersebut adalah mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.
Menanggapi dugaan kasus korupsi dalam sistem payment gateway yang melibatkan Denny, Amir mengatakan, sejak awal Denny telah menyatakan akan bertanggung jawab terhadap sistem tersebut. Menurut Amir, sejak awal pengadaan sistem itu bertujuan untuk meningkatkan layanan publik, dan menghindari terjadinya pungutan liar bagi masyarakat.
Sementara itu, mengenai dihentikannya sistem pembayaran payment gateway, Amir beralasan bahwa melalui surat tertanggal 15 September 2014, Menteri Keuangan menolak adanya sistem berbayar yang dibebankan pada masyarakat.
Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Denny Indrayana sebagai tersangka. Denny diduga menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik tersebut.
Penyidik masih menunggu hasil audit kerugian Negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, penyidik sudah memperkirakan dugaan kerugian Negara atas kasus itu mencapai Rp 32.093.692.000. Selain itu, penyidik juga menduga adanya pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu.
Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang Secara Bersama-sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.