"Namanya penjahat ya memang harus didiskriminasi alias dikurangi haknya," kata Haris.
Ironi Nenek Asyani
Wacana pelonggaran pemberian remisi bagi pelaku kejahatan luar biasa ini menjadi ironi jika dibandingkan dengan nasib Nenek Asyani, warga Situbondo, yang dituntut 15 tahun karena dituduh mencuri kayu jati di lahan milik Perhutani. Bahkan, pada tanggal 15 Desember 2014 lalu, Nenek Asyani bersama tiga tersangka lainnya, yakni Ruslan (23), Cipto (43), dan Abdus Salam (23), dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan untuk menjalani proses persidangan. (Baca: Asyani, Gambaran Proses Hukum yang Timpang)
Setelah sekitar tiga bulan dibui, permohonan penangguhan penahanan Asyani bersama tiga terdakwa tersebut akhirnya dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo.
Dengan kondisi ini, Haris menilai, Yasonna kurang cermat melihat fakta sosial bahwa ada golongan yang lebih layak diberi keringanan hukuman dibandingkan para koruptor. (Baca: Nenek Asyani Takut Dihukum 15 Tahun Penjara)
"Ada ribuan orang lain yang disemena-menakan oleh hukum secara tidak adil. Dia (Yasonna) tidak kelihatan bekerja memperbaiki situasi ini. Malah ngurus koruptor," kata Haris.
Nawacita yang digadang-gadang Jokowi untuk memberantas korupsi dan menegakkan hukum pun dipertanyakan. Apakah pemerintah benar-benar serius membuat jera para koruptor?
"Nawacita itu cuma menghabiskan kertas dan tinta saja. Mimpi!" kata Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.