JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi, Priharsa Nugraha, meminta KPK dilibatkan dalam diskusi jika Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang remisi terhadap narapidana korupsi akan direvisi. Menurut dia, KPK akan membeberkan pandangan mengenai pemberian remisi kepada koruptor.
"KPK siap untuk diajak berdialog dan berdiskusi jika memang ada wacana untuk mengubah PP itu," ujar Priharsa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Priharsa mengatakan, pemerintah harus selektif dalam memberikan remisi terhadap koruptor. Bahkan, Priharsa menilai semestinya narapidana korupsi tidak diberikan remisi untuk menimbulkan efek jera.
"KPK mengedepankan pemberian efek jera terhadap narapidana koruptor agar selektif memberikan remisi. Yang diusulkan KPK waktu itu adalah memang sebisa mungkin narapidana tindak pidana korupsi tidak mendapatkan remisi," kata Priharsa.
Kendati demikian, kata Priharsa, pemberian remisi terhadap narapidana merupakan kewenangan Kementerian Hukum dan HAM. Ia menambahkan, Menkumham yang berhak menentukan apakah narapidana tersebut telah memenuhi syarat administratif untuk menerima remisi atau tidak.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak sepakat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang pembatasan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi tindak pidana kejahatan luar biasa. Menurut dia, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus diberikan haknya untuk mendapat keringanan hukuman, seperti narapidana kasus lain.
"Ini menjadi sangat diskriminatif. Ada orang yang diberikan remisi, ada yang ditahan. Padahal, prinsip dasar pemberian remisi pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 itu hak. Jadi, napi punya hak remisi, punya hak pembebasan bersyarat, punya hak pendidikan untuk mendapat pelayanan. Hak itu ada," kata Yasonna.
PP itu dinilainya justru menimbulkan diskriminasi dan bertentangan dengan undang-undang. Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan pelaku teror yang harus mendapat persetujuan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) apabila ingin mendapat remisi. Demikian juga terpidana korupsi dan narkoba yang harus mendapat pertimbangan dari penegak hukum. Syaratnya ialah harus menjadi whistleblower.
Menurut Yasonna, saat seseorang sudah menjalani hukuman pidana, itu menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM. Konsep penahanan yang dilakukan kementeriannya, kata Yasonna, adalah melakukan pembinaan, bukan pembalasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.