Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/03/2015, 15:08 WIB


Oleh: Khairul Fahmi

JAKARTA, KOMPAS - Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi dan majalah Tempo, kini giliran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dikriminalkan. Begitu informasi yang diturunkan sejumlah media massa pada akhir pekan lalu.

Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri melaporkan semua anggota Komnas HAM atas tuduhan telah melakukan pelecehan dan fitnah terhadap para penyidik melalui media massa karena memublikasikan hasil penyelidikannya.

Betapapun membungkus langkah tersebut sebagai suatu upaya hukum, tetap saja muncul pertanyaan: ada apa dengan kepolisian? Apakah tersebab masalah calon pemimpin tertingginya dibatalkan Presiden, lantas semua pihak yang dianggap tak sejalan justru diadukan atau dilekati tuduhan melanggar hukum? Terlebih pihak yang melaporkan adalah penyidik Polri. Fakta itu semakin meyakinkan publik betapa Polri tidak sedang dalam keadaan normal.

Lebih jauh dari itu, manuver dimaksud juga sulit melepaskannya dari kepentingan institusi Polri yang saat ini dipimpin para jenderal yang sebelumnya berseteru dengan KPK.

Pada saat yang sama, kecil pula kemungkinan hal itu tak terhubung dengan adanya "kesumat" terhadap institusi atau perorangan yang dinilai mengkritik, menyudutkan, atau bahkan menyalahkan berbagai langkah Polri ketika berhadapan dengan KPK. Oleh karena itu, menjadi wajar jika ada penilaian bahwa upaya ini jauh dari idealitas yang semestinya dilakukan institusi sekelas Polri.

Komnas HAM penentu

Menjauhnya Polri dari idealitas sikap yang semestinya itu semakin terang dengan menyerang lembaga negara, seperti Komnas HAM. Sikap ini memperlihatkan betapa rasionalitas semakin menjauh dari sikap dan kebijakan Polri. Bahkan, langkah yang ditempuh semakin berjarak dengan arahan Presiden Joko Widodo terhadap Polri terkait kisruh Polri-KPK. Tidakkah Polri masih berada di bawah ketaatan terhadap sang Presiden? Pertanyaan yang mungkin hanya Presiden dan Wakil Kepala Polri yang dapat menjawabnya.

Terkait laporan tindak pidana yang dialamatkan kepada semua komisioner Komnas HAM, mesti diingat bahwa Komnas HAM adalah lembaga negara. Bahkan UU No 39/1999 tegas memberi pengakuan bahwa Komnas HAM merupakan lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya. Sebagai lembaga negara, sepanjang yang dilakukan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, siapa pun tidak dapat mempersoalkannya. Apalagi jika sekadar masalah informasi hasil penyelidikan yang mereka sampaikan melalui media massa.

Soal Komnas HAM memublikasikan hasil penyelidikannya, setidaknya mesti diingat tiga hal berikut. Pertama, sepanjang yang dipublikasikan adalah hasil temuan lembaga, diputuskan melalui mekanisme pengambilan keputusan lembaga, dan sesuai dengan kewenangannya, maka komisioner Komnas HAM tidak dapat dituntut secara pidana. Selain itu, ini bukanlah kali pertama Komnas HAM memublikasikan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepolisian.

Kedua, Komnas HAM merupakan lembaga yang diberi kewenangan penuh oleh UU untuk menentukan informasi mana yang mesti dirahasiakan dan mana pula yang dapat dibuka kepada publik. Hal itu tegas diatur dalam Pasal 92 UU No 39/1999. Ketentuan tersebut menyatakan, Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan atau membatasi penyebarluasan suatu keterangan atau bukti lain yang diperoleh Komnas HAM, yang berkaitan dengan materi pengaduan atau pemantauan.

Norma dimaksud eksplisit memberi ruang bagi Komnas HAM untuk merahasiakan atau tidak merahasiakan penyebaran suatu keterangan yang diperoleh melalui penyelidikan. Lantas, atas dasar apa kemudian Polri akan menindaklanjuti laporan dugaan pelecehan terhadap penyidik karena Komnas HAM menyampaikan informasi dari hasil penyelidikannya?

Ketiga, salah satu tujuan pembentukan Komnas HAM adalah untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya. Dengan tujuan itu, kehadiran Komnas HAM sesungguhnya juga untuk mengawasi pelaksanaan kekuasaan aparatur negara yang rentan melanggar HAM, terutama aparat yang dipersenjatai: TNI dan Polri.

Untuk tujuan meningkatkan perlindungan HAM, publikasi hasil penyelidikan kepada publik haruslah dibaca sebagai kontrol terhadap Polri. Apa yang dilakukan Komnas HAM tidak dapat dibaca dari sisi sebaliknya. Sebab, posisi Polri adalah pihak yang diawasi. Menganggap langkah Komnas HAM sebagai sebuah tindak pidana sama artinya Polri hendak melepaskan diri dari segala bentuk pengawasan terhadapnya.

Sebagai lembaga yang diawasi, langkah ideal yang mesti dilakukan Polri bukan memidanakan komisioner Komnas HAM, melainkan memperbaiki diri dan membuktikan bahwa polisi bekerja secara profesional. Jika memang profesional, Polri tentunya tak perlu merasa risi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com