Menahan diri
Dengan perkembangan dalam dua pekan terakhir, saatnya pucuk pimpinan Polri mengontrol setiap tindak tanduk bawahannya. Sebab, berbagai manuver, termasuk langkah yang ditempuh penyidik Polri, berimplikasi luas terhadap kehidupan bernegara.
Pertama, upaya tersebut akan memperkeruh hubungan kelembagaan Komnas HAM-Polri. Pada gilirannya, agenda penegakan hukum dan hak asasi manusia yang semestinya melibatkan peran aktif keduanya tidak akan berjalan secara maksimal. Kedua, serangan Polri terhadap Komnas HAM akan semakin mendegradasi kepercayaan publik kepada Polri. Langkah tersebut akan dinilai sebagai bentuk kepongahan Polri yang tidak dapat dibiarkan.
Bagaimanapun, Polri jangan pernah melupakan sejarahnya ketika melepaskan diri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Kekuatan yang paling kuat mendukung pemisahan Polri dari TNI adalah organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang hak asasi manusia. Dalam konteks ini, menyerang Komnas HAM secara tidak langsung juga mengarahkan senjata kepada orang yang dulunya mendukung perjuangan Polri.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan paling bijak yang mesti ditempuh Polri selain menahan diri. Jika tetap bersikukuh karena merasa sedang di atas angin, tidakkah Polri sedang mengumandangkan maklumat: ini adalah negara polisi! Siapa pun yang tak bersahabat dengan polisi, ia akan "dihabisi".
Kalau demikian, bukankah Polri sedang menghadang cita-cita republik sebagai negara hukum yang demokratis? Polisi bukan penguasa, melainkan hanya alat negara yang bertanggung jawab memastikan hukum dan keamanan terjaga dengan baik.
Khairul Fahmi
Dosen Hukum Tata Negara, Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas