Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denny Indrayana Bantah Tudingan Gede Pasek soal Penyimpangan Rp 32 Miliar

Kompas.com - 04/03/2015, 20:14 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, membantah tudingan anggota DPD asal Bali, Gede Pasek Suardika. Dalam kultwit-nya beberapa waktu lalu, Pasek menyebut ada penyimpangan sebesar Rp 32,4 miliar dan bonus pungli Rp 605 juta dalam sistem pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) elektronik dalam pembuatan paspor di Kemenkumham yang digagas Denny.

"Tidak terpenuhi unsur memperkaya diri sendiri, orang lain dan/atau merugikan keuangan negara," kata Denny, saat berkunjung ke Redaksi Kompas TV, Rabu (4/3/2015).

Denny menjelaskan, selama soft launching program PNBP elektronik sejak awal Juli hingga September 2015, jumlah transaksi PNBP yang telah terjadi sebesar Rp 32.394.970.000. Jumlah itu belum termasuk biaya administrasi sebesar Rp 605.872.000 yang dibebankan kepada pemohon. Seluruh transaksi itu, kata Denny, dikelola oleh pihak ketiga yang sebelumnya memenangkan lelang yakni Nusa Satu Inti Artha dan Finnet Telkom.

Menurut Denny, Kemenkumham telah melayangkan surat kepada Kementerian Keuangan yang menyatakan, jika pembayaran elektronik tidak bertentangan denhan prins dasar pembayaran PNBP. Kemenkumham, kata dia, juga masih tetap menerapkan sistem pembayaran lama, namun jika masyarakat ingin lebih efisien dapat menggunakan sistem baru.

Lebih jauh, ia mengatakan, kekhawatiran terkait adanya pengendapan dana PNBP sudah dintisipasi dengan memberikan waktu paling lambat satu hari untuk menyetorkan ke Bendahara Umum Negara. Sehingga, tidak ada dana yang disetorkan masyarakat mengendap terlalu lama.

"Rp 32,4 miliar itu semuanya sudah disetorkan ke rekening negara. Dan biaya Rp 605 juta itu biaya transaksi tidak wajib, opsional berdasarkan Permenkumham (18/2014)," kata Denny.

Sebaliknya, kata Denny, dua rekanan Kemenumham yang menjadi pihak ketiga, Nusa Satu Inti Artha dan Finnet Telkom, justru mengalami kerugian mencapai Rp 5 miliar. Penyebabnya, karena program yang telah di-launching itu dihentikan.

Denny menambahkan, Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan selama ini tidak pernah menyebutkan adanya kerugian negara dalam penerapan program ini seperti tudingan Pasek.

Selain itu, lanjut dia, BPK juga tidak merekomendasikan agar masalah ini dibawa ke ranah hukum.

Sebelumnya, melalui akun Twitternya, @G_paseksuardika, Pasek berkicau mengenai adanya dugaan korupsi di tubuh Kemenkumham. Korupsi itu terkait proyek pembayaran PNBP elektronik.

"Pembuktian kasusnya sangat sederhana tp hanya bbrp bulan penyimpangannya Rp32.693.695.000 dan bonus Pungli Rp605.872.000. Simpel," tulis Pasek, pada 19 Februari 2015 lalu.

Pasek mengatakan, jika di dalam LHP BPK menyebutkan ada penyimpangan dalam proyek tersebut.

"BPK sdh nyatakan menyimpang, kerugian dan pungli sdh terbukti, rekayasa Surat, atuan yg menyimpang sdh ada. Tinggal skrg akankah...Kasus ini diproses secara hukum? Atau akan dipetieskan krn menyangkut tokoh anti korupsi shg takut disebut kriminalisasi?" katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com