"Tidak terpenuhi unsur memperkaya diri sendiri, orang lain dan/atau merugikan keuangan negara," kata Denny, saat berkunjung ke Redaksi Kompas TV, Rabu (4/3/2015).
Denny menjelaskan, selama soft launching program PNBP elektronik sejak awal Juli hingga September 2015, jumlah transaksi PNBP yang telah terjadi sebesar Rp 32.394.970.000. Jumlah itu belum termasuk biaya administrasi sebesar Rp 605.872.000 yang dibebankan kepada pemohon. Seluruh transaksi itu, kata Denny, dikelola oleh pihak ketiga yang sebelumnya memenangkan lelang yakni Nusa Satu Inti Artha dan Finnet Telkom.
Menurut Denny, Kemenkumham telah melayangkan surat kepada Kementerian Keuangan yang menyatakan, jika pembayaran elektronik tidak bertentangan denhan prins dasar pembayaran PNBP. Kemenkumham, kata dia, juga masih tetap menerapkan sistem pembayaran lama, namun jika masyarakat ingin lebih efisien dapat menggunakan sistem baru.
Lebih jauh, ia mengatakan, kekhawatiran terkait adanya pengendapan dana PNBP sudah dintisipasi dengan memberikan waktu paling lambat satu hari untuk menyetorkan ke Bendahara Umum Negara. Sehingga, tidak ada dana yang disetorkan masyarakat mengendap terlalu lama.
"Rp 32,4 miliar itu semuanya sudah disetorkan ke rekening negara. Dan biaya Rp 605 juta itu biaya transaksi tidak wajib, opsional berdasarkan Permenkumham (18/2014)," kata Denny.
Sebaliknya, kata Denny, dua rekanan Kemenumham yang menjadi pihak ketiga, Nusa Satu Inti Artha dan Finnet Telkom, justru mengalami kerugian mencapai Rp 5 miliar. Penyebabnya, karena program yang telah di-launching itu dihentikan.
Denny menambahkan, Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan selama ini tidak pernah menyebutkan adanya kerugian negara dalam penerapan program ini seperti tudingan Pasek.
Selain itu, lanjut dia, BPK juga tidak merekomendasikan agar masalah ini dibawa ke ranah hukum.
Sebelumnya, melalui akun Twitternya, @G_paseksuardika, Pasek berkicau mengenai adanya dugaan korupsi di tubuh Kemenkumham. Korupsi itu terkait proyek pembayaran PNBP elektronik.
"Pembuktian kasusnya sangat sederhana tp hanya bbrp bulan penyimpangannya Rp32.693.695.000 dan bonus Pungli Rp605.872.000. Simpel," tulis Pasek, pada 19 Februari 2015 lalu.
Pasek mengatakan, jika di dalam LHP BPK menyebutkan ada penyimpangan dalam proyek tersebut.
"BPK sdh nyatakan menyimpang, kerugian dan pungli sdh terbukti, rekayasa Surat, atuan yg menyimpang sdh ada. Tinggal skrg akankah...Kasus ini diproses secara hukum? Atau akan dipetieskan krn menyangkut tokoh anti korupsi shg takut disebut kriminalisasi?" katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.