Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Semakin Lama Eksekusi Mati Ditunda, Semakin Membebani Jokowi"

Kompas.com - 23/02/2015, 14:02 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mempertanyakan penundaan eksekusi mati tahap selanjutnya terhadap para terpidana. Menurut dia, penundaan itu hanya akan memperburuk keadaan.

"Semakin lama kejaksaan menunda, semakin banyak tekanan dari luar negeri yang akan dihadapi Indonesia," kata Hikmahanto melalui keterangan tertulisnya, Minggu (22/2/2015).

Dia menilai, belakangan ini saja tekanan dari pihak luar terus gencar dilakukan. Terakhir, Presiden Brasil Dilma Rousseff menunda secara mendadak penyerahan credential Duta Besar RI untuk Brasil kepada Toto Riyanto.

Pembatalan penyerahan tersebut di saat Toto sudah berada di Istana Kepresidenan bersama dubes-dubes lain. (Baca: Kemenlu Protes Keras Penolakan Dubes RI oleh Presiden Brasil)

"Indonesia perlu menegaskan tidak seharusnya para gembong narkoba mendapat perlindungan dari negaranya yang pada saat bersamaan justru mengecam Indonesia atas pelaksanaan kedaulatan," ujar Hikmahanto.

Sebaliknya, lanjut dia, bila pelaksanaan hukuman mati dipercepat, tidak ada lagi manuver yang akan dilakukan oleh negara lain. Polemik terkait hukuman mati ini akan segera selesai dan Indonesia bisa membuktikan ketegasannya untuk memerangi narkoba.

"Agar tidak membebani Indonesia dan pemerintahan Jokowi, ada baiknya Kejaksaan Agung mempercepat pelaksanaan hukuman mati daripada menundanya," ujarnya. (Baca: JK: Kalau Australia Tak Anggap Bantuan Kemanusiaan, Kita Kembalikan Saja)

Menurut dia, tidak ada alasan bagi Kejaksaan Agung untuk menunda hukuman mati. Pasalnya, Kejaksaan Agung saat ini mendapat suara dan dukungan yang kuat dari publik dan politisi untuk melaksanakan kewajibannya.

Terlebih lagi, Presiden Joko Widodo dalam setiap kesempatan tidak pernah terlihat akan mengubah kebijakannya soal hukuman mati terkait kasus narkotika meski mendapat protes dan kecaman negara lain. (Baca: Panglima TNI: Jangan Coba Ganggu Jalannya Eksekusi Mati dengan Cara Apa Pun)

"Bila penundaan dilakukan tanpa ada kepastian waktu, tidak saja Kejaksaan Agung mendapat kecaman dari publik dan politisi, tetapi tindakan itu juga akan membebani Presiden dan pemerintahan Jokowi," ujarnya.

Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengatakan, selain fasilitas di Lembaga Permasayarakatan Nusakambangan yang belum siap, terpencarnya para terpidana mati membuat proses eksekusi tahap kedua belum dapat dilaksanakan. (Baca: Terpencar, Alasan Kejaksaan Agung Tunda Eksekusi Terpidana Mati)

Pemerintah Indonesia tetap akan melakukan eksekusi mati meskipun mendapat protes dari negara lain. Pada Januari 2015, kejaksaan sudah melakukan eksekusi terhadap enam terpidana mati kasus narkotika. Lima di antaranya ialah WNA, yakni dari Belanda, Malawi, Brasil, Nigeria, dan Vietnam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU DKI Jakarta Mulai Tahapan Pilkada Juni 2024

KPU DKI Jakarta Mulai Tahapan Pilkada Juni 2024

Nasional
2 Hari Absen Rakernas V PDI-P, Prananda Prabowo Diklaim Sedang Urus Wisuda Anak

2 Hari Absen Rakernas V PDI-P, Prananda Prabowo Diklaim Sedang Urus Wisuda Anak

Nasional
Covid-19 di Singapura Tinggi, Kemenkes: Situasi di Indonesia Masih Terkendali

Covid-19 di Singapura Tinggi, Kemenkes: Situasi di Indonesia Masih Terkendali

Nasional
Ganjar Ungkap Jawa, Bali, hingga Sumut jadi Fokus Pemenangan PDI-P pada Pilkada Serentak

Ganjar Ungkap Jawa, Bali, hingga Sumut jadi Fokus Pemenangan PDI-P pada Pilkada Serentak

Nasional
Kemenkes Minta Masyarakat Waspada Lonjakan Covid-19 di Singapura, Tetap Terapkan Protokol Kesehatan

Kemenkes Minta Masyarakat Waspada Lonjakan Covid-19 di Singapura, Tetap Terapkan Protokol Kesehatan

Nasional
Pastikan Isi Gas LPG Sesuai Takaran, Mendag Bersama Pertamina Patra Niaga Kunjungi SPBE di Tanjung Priok

Pastikan Isi Gas LPG Sesuai Takaran, Mendag Bersama Pertamina Patra Niaga Kunjungi SPBE di Tanjung Priok

Nasional
Disindir Megawati soal RUU Kontroversial, Puan: Sudah Sepengetahuan Saya

Disindir Megawati soal RUU Kontroversial, Puan: Sudah Sepengetahuan Saya

Nasional
Diledek Megawati soal Jadi Ketum PDI-P, Puan: Berdoa Saja, 'Insya Allah'

Diledek Megawati soal Jadi Ketum PDI-P, Puan: Berdoa Saja, "Insya Allah"

Nasional
Kemenko Polhukam: Kampus Rawan Jadi Sarang Radikalisme dan Lahirkan Teroris

Kemenko Polhukam: Kampus Rawan Jadi Sarang Radikalisme dan Lahirkan Teroris

Nasional
BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

Nasional
Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Nasional
Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Nasional
Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Nasional
DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

Nasional
Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com