Ia membantah jika penangkapan yang dilakukan terhadap Bambang dinilai sebagai sesuatu yang berlebihan. "Itu sudah ada SOP (prosedur operasi standar) kalau perlu diborgol. Itu di seluruh dunia sama, tidak ada membedakan dia itu pejabat atau rakyat biasa," ujar Badrodin saat bertemu dengan para akademisi dan civitas dari beberapa perguruan tinggi di Ruang Rapat Utama Mabes Polri, Jakarta, Minggu (22/2/2015).
Badrodin menjelaskan, siapa pun yang terkena tindakan dari kepolisian, pasti akan merasakan shock (terkejut). Dalam kondisi tersebut, kata Badrodin, seseorang yang hendak ditangkap bisa saja berupaya kabur dari mobil petugas, berusaha mengambil senjata milik petugas, merampas stir mobil, bahkan melakukan tindakan yang menyebabkan korban jiwa dari pihak kepolisian.
Sementara itu, terkait penangkapan Bambang, Kepala Bareskrim Polri Komjen Budi Waseso mengatakan, penyidik Bareskrim mengikuti aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), mengenai aturan dalam penangkapan seseorang.
Hal itu, kata Budi, juga telah ia jelaskan kepada Komnas HAM yang menduga adanya pelanggaran hak asasi dalam penangkapan Bambang. Selain itu, Budi mengatakan, salah satu tujuan polisi menggunakan borgol adalah untuk melindungi baik penyidik, maupun orang yang bersangkutan.
Menurut dia, penggunaan borgol dibenarkan, selama tidak digunakan secara berlebihan kepada orang yang ditangkap. "Kami sudah jelaskan ke Komnas HAM, tetapi, kalau mau dianggap melanggar HAM ya silahkan. Tujuannya untuk pengamanan. Yang penting tidak berlebihan," kata Budi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.