KOMPAS.com - MEREKA warga biasa yang tergetar nuraninya ketika mendengar Komisi Pemberantasan Korupsi diintervensi. Tanpa aliansi, tanpa partai pendukung, mereka hadir di gedung KPK untuk menjaga pilar demokrasi Indonesia.
Sampai Sabtu (24/1) malam, aktris Olga Lydia masih bertahan di gedung KPK yang sejak Jumat lalu ”dijaga” ratusan warga yang prihatin atas nasib pemberantasan korupsi di negeri ini.
Olga merasa lampu tanda bahaya menyala ketika mendengar berita penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Kekagetannya semakin bertambah begitu menyaksikan proses penangkapan yang dramatis. Rasa kaget itu berubah menjadi gelisah begitu menyaksikan maraknya dukungan masyarakat untuk penyelamatan KPK di berbagai media sosial.
”Saya semakin khawatir ketika mendengar Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja juga dilaporkan ke polisi,” kata Olga, yang lalu memutuskan bergabung dengan pendukung lainnya di gedung KPK meski ia masih didera flu.
Di sisi lain Jakarta, Ellyn Saputra (52), seorang ibu rumah tangga, pada Jumat siang sedang antre di sebuah bank. Namun, teleponnya terus berbunyi, tang, tung, tang, tung, menunjukkan ada pesan yang terus-menerus masuk. Ketika dibuka, isinya adalah pesan seputar KPK, termasuk ajakan untuk menyelamatkan KPK, dan sejumlah foto yang menunjukkan suasana di gedung KPK.
”Awalnya saya merasa prihatin dengan masalah penangkapan, sambil wait and see. Tetapi, ketika mendengar kabar bahwa KPK akan digeledah dan digerebek, saya kaget luar biasa. Wah, ini sudah enggak benar! Tanpa pikir panjang, saya langsung berangkat ke sana, tidak lagi mampir ke rumah. Saya pakai sepatu yang siap lari, uang seadanya, tidak pakai perhiasan, dan cuma bawa tas kecil. Pokoknya, kalau sampai ada apa-apa, saya siap,” tutur Ellyn, yang pada 2012 menjadi salah satu pembawa spanduk ”Bersih, Jujur, Berani” yang melakukan aksi meluncur turun dari atap bangunan KPK.
Ibu dua anak ini merasa ada ikatan batin dengan KPK. Apalagi, di depan pintu masuk gedung itu terpasang spanduk yang sangat menyentuh: ”Jadilah perempuan yang berani. Jadilah perempuan yang berprestasi. Jadilah perempuan yang mandiri”. Moto itu untuk menunjukkan bahwa perempuan berperan penting dalam pencegahan korupsi, dimulai dari keluarga.
”KPK-lah yang memelopori gerakan bersih di Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kehadiran mereka harus didukung untuk kepentingan anak cucu kita,” kata Ellyn yang bertahan di gedung KPK sampai pukul 22.00.
Pelemahan
Sejumlah aktivis yang hari Jumat hadir di gedung KPK menunjukkan dukungan mereka dengan memberikan orasi. Yenny Zannuba Wahid, putri kedua presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, yang sejenak meluangkan waktunya merawat tiga anak balitanya, Maika (4), Amyra (2), dan Raisa (10 bulan), menyerukan ajakan untuk menjaga dan menyelamatkan KPK. Ia prihatin akan nasib KPK yang terus-menerus dilemahkan.
Ribuan orang yang datang bergantian selepas shalat Jumat membubuhkan tanda tangan dukungan di lima tumpukan berkas. Irawan (43), pegawai perusahaan di kawasan Kuningan, tergerak ke gedung KPK karena merasa seperti diserang dengan penangkapan pimpinan KPK.
Beberapa anggota kelompok masyarakat yang dalam Pemilu Presiden 2014 terbelah tampak menyatu membela KPK. ”Masyarakat umum yang cinta Indonesia bersih tidak akan segan untuk bergerak. Takjub saya melihat sekelompok ibu datang memberi dukungan. Masyarakat tidak ada capeknya bergerak untuk menjaga harapan baik mereka,” ujar Ainun Chomsum, ibu satu anak remaja yang juga pendiri Akademi Berbagi.
Senada dengan Ainun, Ulin Yusron, aktivis 1998, sepakat, hanya KPK yang bisa diandalkan di garda terdepan pemberantasan korupsi. ”Tidak heran jika hanya di KPK rakyat berduyun-duyun membela hingga menginap jika ada gerakan penghancuran KPK,” ujarnya.
Alhasil, ketegangan di depan lobi gedung KPK kian terasa menjelang tengah malam. Teriakan penyemangat terdengar dari berbagai arah. ”Siapkah kita menunggu sampai BW dibebaskan? Ingat, berkas para tersangka korupsi di sini, harus kita jaga. Kita harus bangun posko,” ujar perempuan yang berorasi.
Semua tak rela pulang, ingin melihat Bambang berdiri di gedung KPK. Entah berapa kamar percakapan media sosial yang sejak pukul 21.30 gaduh, berbagi kabar soal kemungkinan penahanan Bambang. Tautan berita dari sejumlah situs berita beredar ke mana-mana.
Kelegaan di antara mereka mulai terasakan lewat pukul 01.00 ketika pesan berantai di percakapan media sosial berbagi kabar kicauan Usman Hamid, advokat pendamping Bambang. ”Terima kasih untuk teman-teman di KPK, BW bebas!!!”. Ketika orator di pelantang membagikan kabar itu, tepuk tangan riuh dan teriakan gembira membahana.
Perlawanan kultural
Di antara ribuan pendukung, hadir juga seniman Butet Kartaredjasa (54). Ia menunda perjalanannya kembali ke Yogyakarta setelah membaca Twitter soal penangkapan itu. Seharusnya Butet terbang ke kotanya Jumat pagi. ”Tetapi saya undur malam hari. Saya harus bergabung dengan teman-teman di KPK,” kata Butet, Sabtu, dari Yogyakarta.
Ia merasa ada panggilan untuk memberi dukungan moral kepada KPK. Jika institusi ini sampai ambruk, seluruh perjuangan reformasi akan ambruk. Kehadiran aktivis anti korupsi dan rakyat biasa menunjukkan sebuah modal sosial, bahwa mobilisasi bisa dilakukan dalam waktu cepat. ”Kita juga buktikan betapa kekuatan sipil itu besar dan bermanfaat,” ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjut Butet, Presiden Joko Widodo harus yakin, kekuatan rakyat ada di belakangnya. ”Kami juga tak ingin dukungan rakyat yang begitu besar dikhianati,” kata Butet yang masih percaya bahwa Presiden Jokowi memiliki cara untuk menyelesaikan perseteruan antarlembaga penegak hukum itu.
Kehadiran Butet di tengah massa bukan sesuatu yang tiba- tiba. Tahun 2003 ia menggelar lomba menulis naskah monolog anti korupsi. Lalu, bersama KPK dan Teater Gandrik, ia menggelar dramatic reading pada Hari Anti Korupsi Sedunia, 9 Desember 2014, berjudul ”Tangis” di Yogyakarta. Pentas itu akan diteruskan dalam pementasan drama pada 20-21 Februari 2015 di TIM Jakarta. ”Semua kita harus berbuat melawan korupsi,” katanya.
Merujuk pada pernyataan Butet, sebetulnya perlawanan anti korupsi selama ini juga sudah banyak mewujud dalam berbagai karya kreatif, di antaranya film. Abduh Aziz melalui Cangkir Kopi Productions, misalnya, memproduksi Kita Versus Korupsi (2012) dan Sebelum Pagi Terulang Kembali (2014). Abduh mengatakan, pilihan untuk membuat film itu lahir dari diskusi panjang tentang kampanye anti korupsi.
”Kami mengamati, kampanye anti korupsi ketika itu belum cukup efektif. Lebih terfokus pada hukum dan politik,” ujarnya.
Oleh karena itu, gerakan yang terjadi di KPK merupakan pesan kuat bagi penguasa. Inilah perlawanan rakyat. ”Rakyat adalah batu fondasi. Kita, rakyat, yang akan menambal lubang keropos tembok pemberantasan korupsi yang digerus oleh oligarki. KPK adalah oase di tengah kekeringan harapan,” ujar Ulin. Save KPK. (MYR/ROW/CAN/DAY/WKM/INU)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.