Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Jadi Begini, Pak Presiden?

Kompas.com - 24/01/2015, 12:00 WIB

Catatan Kaki Jodhi Yudono

KOMPAS.com — Pernah kita lalui peristiwa seperti ini. Peristiwa yang membuat kita lalu bergerak bersama-sama menuruti hati nurani kita untuk melindungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari "gangguan" tangan-tangan jahat yang hendak menghancurkan lembaga itu dengan mengkriminalisasi anggota-anggotanya.

Sejak Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditahan pada Jumat (23/1/2014) pagi, mereka yang masih percaya kepada KPK lantas berhimpun mengadakan pembelaan dan dukungan, baik kepada Bambang sebagai pribadi, maupun kepada KPK sebagai institusi. Media sosial dipenuhi tagar #SaveKPK, sementara ratusan relawan memenuhi Gedung KPK di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.

Menurut pihak kepolisian, penangkapan Bambang Widjojanto terkait kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat yang berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Sengketa pilkada ini bermula dari kemenangan Sugianto-Eko Soemarno pada Pilkada Bupati Kotawaringin Barat, pertengahan 2010. Namun, pasangan yang kalah, Ujang Iskandar-Bambang Purwanto, tidak menerima dan menggugat ke MK.

Dalam persidangan, MK mendiskualifikasi kemenangan Sugianto-Eko Soemarno dan memenangkan penggugat, Ujang-Bambang, yang menggunakan jasa Bambang Widjojanto sebagai pengacara.

Kubu Sugianto-Eko Soemarno membawa salah satu saksi, yakni Ratna Mutiara, ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau PN Jakpus dengan pasal memberi keterangan palsu di bawah sumpah.

Hasilnya, vonis PN Jakpus menyatakan Ratna bersalah dan dijatuhi hukuman 5 bulan penjara. Ratna menyatakan menerima tanpa mengajukan banding. Vonis tersebut bernomor 2197/Pid.B/2010/PN.JKT.PST tertanggal 16 Maret 2011.

Selanjutnya, Sugianto melaporkan Bambang ke Mabes Polri. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Ronny Sompie menjelaskan, awalnya pihaknya mendapatkan laporan masyarakat pada 15 Januari 2015.

Laporan yang diterima adalah, Bambang dituduh menyuruh para saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa pilkada di Kotawaringin Barat pada 2010.

Bambang lalu ditangkap di kawasan Depok pada Jumat (23/1/2014) pukul 07.30 WIB. Bambang langsung dibawa ke Bareskrim Polri dan diperiksa sebagai tersangka.

***
Tentu kita masih ingat peristiwa serupa yang menimbulkan perseteruan antara KPK dan pihak Markas Besar Kepolisian RI pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dianalogikan sebagai cicak vs buaya.

Kasus cicak vs buaya pertama terjadi pada Juli 2009, yang berawal dari isu penyadapan oleh KPK terhadap Kabareskrim Polri saat itu, Komjen Susno Duadji. Susno dituduh terlibat pencairan dana dari nasabah Bank Century, Boedi Sampoerna.

Puncak kasus cicak vs buaya jilid I terjadi ketika Bareskrim Polri menahan dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Martha Hamzah. Penahanan dua komisioner KPK ini memantik reaksi keras dari aktivis antikorupsi.

Pernah juga kita lewati kejadian serupa ini, ketika Novel Baswedan, yang adalah adinda Anies Baswedan, ditangkap atas kasus yang telah lama mengendap, tetapi kemudian dimunculkan kembali setelah dirinya mencokok Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Itu terjadi tiga tahun seusai kasus cicak vs buaya pertama, awal Oktober 2012. Kasus ini dipicu oleh langkah KPK mengusut kasus dugaan korupsi simulator SIM yang menjerat mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Pada Jumat malam 5 Oktober 2012, puluhan anggota Brigade Mobile mengepung Gedung KPK. Mereka berniat menangkap salah satu penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan yang dituduh terlibat aksi penganiayaan berat saat masih bertugas di Kepolisian Daerah Riau. Aktivis antikorupsi kembali beraksi atas aksi kepolisian yang mengepung Gedung KPK tersebut.

Mereka membuat pagar betis di Gedung KPK dan mendesak agar Presiden SBY turun tangan. Tiga hari kemudian, Presiden SBY angkat bicara.

***
Pernah kita lalui situasi semacam ini, ketika presiden kita terkesan lamban turun tangan mengatasi persoalan ini.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru angkat bicara setelah dua pekan Bibit dan Chandra ditahan polisi. Saat itu, menurut SBY, ada sejumlah permasalahan di ketiga lembaga penegak hukum tersebut, yakni Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK.

"Oleh karena itu, solusi dan opsi lain yang lebih baik, yang dapat ditempuh, adalah pihak kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan. Namun, perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif dan perbaikan terhadap ketiga lembaga penting itu, yaitu Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK," kata SBY saat memberikan pidato terkait kasus cicak vs buaya pada 23 November 2009 di Istana Negara.

Seperti pada "cicak vs buaya jilid I", SBY kembali berpidato setelah publik menunggu dalam ketidak-pastian atas kasus yang menimpa Novel. 

Begini katanya, "Solusi penegakan hukum Polri Kombes Novel yang sekarang menjadi penyidik KPK. Insiden itu terjadi pada tanggal 5 Oktober 2012, dan hal itu sangat saya sesalkan. Saya juga menyesalkan berkembangnya berita yang simpang siur demikian sehingga muncul masalah politik yang baru," kata SBY saat memberikan pidato di Istana Negara, Senin, 8 Oktober 2012.

Menurut SBY, apabila KPK dan Polri bisa memberikan penjelasan yang jujur dan jelas, maka kasus "cicak vs buaya jilid II" tidak akan terjadi.

Serupa dengan SBY, pada kasus "cicak vs buaya jilid III" ini, Presiden Joko Widodo juga memberikan keterangan kepada pers. Isinya, "Saya meminta kepada institusi Polri dan KPK memastikan bahwa proses hukum yang ada harus obyektif dan sesuai dengan aturan undang-undang," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (23/1/2015).

Atas keterangan tersebut, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menilai, pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto tidak tegas. Menurut dia, Jokowi sama sekali tidak memberikan solusi atas kejadian yang menimpa pimpinan KPK itu.

"Pernyataan Jokowi tidak lebih tegas dari seorang ketua rukun tetangga (RT). Kita butuh seorang presiden, bukan petugas partai," ujar Anis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/1/2015).

Pernah kita lalui kegamangan serupa ini, ketika negara seperti tak berkepala. Sebab nyaris semua kejadian yang membuat negeri gaduh tak segera ditangani dengan semestinya. Dahulu kita pernah menyebut SBY sebagai presiden yang peragu karena tidak segera mengambil keputusan. Kini kita juga menerima kenyataan betapa Jokowi sering mengambangkan keadaan.

Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menganggap Jokowi ikut menjadi penyebab dari kekisruhan di antara dua lembaga tersebut.

Ade menjelaskan, penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri merupakan buntut dari langkah KPK menjerat Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Karena status tersangka itu, pelantikan Budi sebagai kepala Polri ditunda oleh Presiden Jokowi.
***

Pernah kita lintasi peristiwa ini, ketika kita memiliki perasaan dan pikiran yang sama bahwa kita sedang dibodohi oleh sekian alasan yang tak masuk akal yang dilakukan oleh oknum di tubuh Polri.

Dahulu kita pun bertanya-tanya, mengapa Bibit Samad Riyanto dan Chandra Martha Hamzah ditahan; mengapa Novel dituduh terlibat aksi penganiayaan berat saat masih bertugas di Kepolisian Daerah Riau yang kejadiannya telah lama dan diungkit kembali.

Kini, kita pun kembali diperlakukan sebagai "orang bodoh" dalam peristiwa penangkapan Bambang Widjojanto.

Mantan Menteri Hukum dan HAM yang juga advokat senior, Amir Syamsuddin, seperti dikutip Kompas.com mengungkapkan sejumlah keanehan dalam penetapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto sebagai tersangka. Amir menyoroti soal tuduhan kepolisian yang disangkakan ke polisi terkait arahan untuk memberikan keterangan palsu.

Amir menjelaskan, berdasarkan pengalamannya sebagai pengacara, hanya hakim yang memimpin sidang yang dapat menetapkan seorang saksi melakukan sumpah palsu di hadapan persidangan. Hakim, sebut Amir, juga harus terlebih dahulu mengingatkan yang bersangkutan terhadap ancaman hukuman karena sumpah palsu itu.

"Kalau saksi masih berketetapan pada kesaksiannya yang dinilai palsu oleh majelis hakim, maka ketua majelis hakim kemudian membuat penetapan dan memerintahkan jaksa memproses laporan kepada polisi atas dasar dugaan tindak pidana kesaksian palsu di bawah sumpah dalam sidang pengadilan," kata Amir dalam pesan singkat yang diterima Kompas.com, Jumat (23/1/2015).

***

Ya, ya.... Semua pernah kita lalui. Sampai-sampai kita serupa keledai, yang terperosok berulang kali di lubang yang sama.

Mengapa jadi begini, Pak Presiden? Rasanya, baru kali ini kita lalui jalan gelap yang membingungkan sekaligus menyedihkan. Padahal baru seumur jagung pemerintahan Anda, tetapi persoalan berat datang berulang-ulang dan dalam tempo yang berdekatan? Efek kenaikan BBM, efek pencalonan kepala Polri, dan terakhir penangkapan Bambang Widjojanto.

Bagaimanakah perasaan kebatinan para pendukung Anda wahai Pak Presiden, yang rela pulang kampung dari tempat-tempat yang jauh hanya untuk memilih Anda sebagai presiden ketika pilpres tempo hari; tetapi kini menjumpai presiden pilihan mereka seperti tak berdaya.

Memang, kini di hadapan kita, presiden pilihan mayoritas bangsa ini terlihat lemah dan sepi sendiri diserang sana-sini. Jokowi seperti tak memiliki kawan setia sebagaimana dulu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki Sudi Silalahi, Joko Suyanto, Jero Wacik, yang rela menjadi bumper.

Lantaran tak memiliki kawan-kawan setia itulah, rasanya Jokowi memang harus kembali kepada rakyat sebagai muasal kekuasaan yang dia pegang, dan segera menyaring usulan-usulan orang sekelilingnya, serta menidurkan dulu rasa sungkan kepada para senior yang menyokongnya jadi presiden.

Segeralah kembali berpihak kepada rakyat, Pak Presiden. Niscaya Anda akan kuat kembali.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com