Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Tahun Politik 2014

Kompas.com - 02/01/2015, 21:12 WIB

Dalam skala lokal, kita juga bisa menyaksikan atraksi politik berupa menghadirkan gubernur tandingan di Jakarta dengan menggunakan dalil agama sebagai pembenar. Atraksi politik ini untungnya relatif tak digubris warga Jakarta. Namun, yang mengejutkan adalah parpol-parpol yang memiliki akar ideologi nasionalisme—Pancasila (baik dari Koalisi Merah Putih maupun Koalisi Indonesia Hebat)—relatif bungkam meski jelas-jelas atraksi politik tersebut bertentangan secara diametral dengan garis ideologi yang mereka anut dan perjuangkan.

Betapapun tak signifikannya atraksi politik tersebut, pembiaran yang dilakukan elite politik melambungkan rasa khawatir. Pembiaran ini seakan jadi pesan kepada pihak-pihak tertentu agar menggunakan argumentasi yang sama untuk membenarkan berbagai bentuk atraksi politiknya di sejumlah lokasi dan ranah politik yang berbeda di Tanah Air.

Pembiaran ini merupakan konsekuensi logis dari kecanduan sebagian elite politik dalam mempraktikkan politik samar-samar. Dengan politik samar-samar, elite politik jadi mudah berayun posisi sekehendak hati, sesuai kalkulasi benefit politik bagi dirinya dan atau kelompoknya. Dalam hal ini, konstituen diperlakukan sebagai penonton dan atau pengikut yang wajib menyokong manuver politik mereka.

Jalan masih terjal

Pada kuartal keempat tahun ini, Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah mulai memerintah. Berbagai gebrakan yang dilakukan, termasuk oleh para menterinya, menjadi pupuk bagi bermekarannya harapan baru. Perbaikan tata kelola dan menegaskan kehadiran negara menjadi benang merah dari semua gebrakan kebijakan yang sudah digulirkan.

Meski demikian, rangkaian harapan ini masih akan menemui jalan nan terjal. Konsistensi implementasi akan jadi faktor krusial. Ketika pemerintahan mulai merasa berada dalam zona nyaman, bukan tak mungkin para pemangsa dan penjarah aset bangsa akan kembali beraksi. Menjadi penting bagi semua pihak untuk selalu mengawasi pemerintah dengan semangat memajukan kemaslahatan umum dan keadilan sosial.

Dengan semangat yang sama, kondisi politik di DPR harus terus dicermati. Meski polarisasi mulai mencair, tidak pernah ada kepastian bahwa hal tersebut akan benar-benar berlanjut. Perkembangan posisi parpol yang mulai mempertimbangkan posisi mengambang akan menghadirkan kompleksitas politik yang tak kalah rumit. Pertimbangan kepentingan bisnis ataupun gengsi elite dapat meluluhlantakkan regulasi dan atau kebijakan yang sungguhpun diarahkan untuk melayani rakyat dan demi kemajuan bangsa.

Situasinya bakal diperumit oleh dinamika internal di setiap parpol yang untuk beberapa di antaranya sudah terlihat pada pengujung tahun ini. Guliran gagasan regenerasi, repositioning, dan sekaligus resistensi faksi tertentu dalam tubuh parpol juga berpotensi akan mewarnai lanskap politik di Tanah Air, yang pada gilirannya akan berimbas pada implementasi kebijakan pemerintah, dan bahkan keberlangsungan proses demokratisasi itu sendiri.

Ya, dinamika politik 2014 menunjukkan bahwa kita sebagai bangsa masih terus meniti demokratisasi di sebuah pematang yang rapuh. Ancaman implisit dan eksplisit terhadap demokratisasi silih berganti hadir memperlambat dan bahkan terkadang merusak pencapaian yang sudah ada. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari ketidaksinkronan antara sistem politik yang tertuliskan dan praktik politik yang dijalankan.

Kita mematok sistem pemerintahan presidensial, tetapi praktik politiknya lebih kental nuansa parlementernya. Ini ditopang oleh sistem kepartaian multipartai yang dirawat oleh sistem pemilu yang tak berpihak pada upaya penyederhanaan kekuatan politik di parlemen.

Untuk sementara waktu, kita sepertinya harus menerima situasi ini sebagai ”darurat politik”. Dalam situasi perkubuan politik yang tak sepenuhnya cair dan ambisi menggelora untuk mengembalikan daulat elite, pembenahan sistem kenegaraan bak membuka kotak pandora. Ambisi yang menggunung memungkinkan sebagian elite menjalin aliansi hitam dengan para pihak yang ingin menguburkan proses demokratisasi di Tanah Air dan ataupun kepada pihak yang ingin mengakhiri Indonesia sebagai bangsa yang bersendikan Pancasila.

Tahun 2014 telah berlalu, pemerintah baru telah beraksi. Selamat datang era baru. Era yang membawa kegembiraan, harapan, tetapi juga menyertakan kecemasan yang tak kalah besar tentang nasib kemanusiaan di Tanah Air dan keindonesiaan itu sendiri.

Yunarto Wijaya
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com