Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Diperlukan, KPK Akan Periksa Sjamsul Nursalim dalam Penyelidikan SKL BLBI

Kompas.com - 23/12/2014, 19:40 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan, KPK akan memeriksa debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim jika keterangannya diperlukan. Pemeriksaan tersebut akan dilakukan terkait penyelidikan atas penerbitan surat keterangan lunas (SKL) beberapa obligor BLBI.

"Untuk menuntaskan kasus ini, kalau memeriksa kasus dia (Sjamsul), ya harus dipanggil kan. Cuma sekarang sih so far belum ada permohonan itu," ujar Bambang di Jakarta, Selasa (23/12/2014).

Bambang mengatakan, hingga kini, ia belum mendapatkan informasi dari penyidik mengenai rencana pemanggilan Sjamsul. Apalagi, kata Bambang, kasus tersebut merupakan kasus lama yang hingga kini pengusutannya pun masih berjalan.

"Daripada lebih cepat manggil-manggil orang, lebih bagus kajiannya lebih dalam. Semua proses sedang jalan. Tapi bahwa kalau nanti ujungnya harus manggil seseorang, kita akan lakukan," kata Bambang.

Menurut Bambang, penyelidikan SKL BLBI sebaiknya tidak terlalu diekspos. Ia mengatakan, informasi mengenai penyelidikan yang terlalu terbuka akan menghambat proses penyelidikan.

"Kita tidak bisa untuk terlalu membuka ini. Kalau buka ini nanti mendistribusikan informasi kepada mereka (obligor) dan mereka tutup semua," ujar Bambang.

Selain Sjamsul, sejumlah nama konglomerat lainnya seperti The Nin King dan Bob Hasan pun ada dalam daftar penerima SKL BLBI. KPK telah menyelidiki penerbitan SKL BLBI sejak awal 2014. KPK menduga ada masalah dalam proses penerbitan SKL kepada sejumlah obligor tersebut.

SKL memberikan jaminan kepastian hukum kepada debitur yang dikategorikan telah menyelesaikan kewajiban dan tindakan hukum kepada debitur yang tak menyelesaikan kewajiban berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.

SKL ini dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, dengan Presiden pada saat itu adalah Megawati Soekarnoputri. Penerbitan SKL ini lebih dikenal luas dengan kebijakan release and discharge berdasarkan instruksi presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com