Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Komitmen JKW-JK Menuntaskan Kasus Tragedi Semanggi

Kompas.com - 26/11/2014, 06:43 WIB

Oleh Sumarsih

KOMPAS.com - TERPILIHNYA Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden menumbuhkan harapan baru bagi korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia. Dalam visi, misi, dan program aksi, JKW-JK berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu dan menghapus semua bentuk impunitas.

Komitmen itu disampaikan pada 2 butir, yaitu (1) ”Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai saat ini masih menjadi beban sosial bagi bangsa Indonesia, seperti kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, penghilangan paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965”, dan (2) ”gg. Kami berkomitmen menghapus semua bentuk impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber pelanggaran HAM”.

Untuk menghapus impunitas hanya bisa terwujud dengan penyelesaian melalui pengadilan, yaitu Pengadilan HAM Ad Hoc sesuai No UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM yang merupakan satu-satunya UU yang mengatur tentang penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

Kilas balik Tragedi 1998

Pada Sidang Umum MPR, Maret 1998, Presiden Soeharto kembali terpilih menjadi Presiden. Sebagian besar rakyat menolak dan kemudian mahasiswa bergerak menuntut enam agenda reformasi untuk sistem pemerintahan yang demokratis, yaitu (1) Adili Soeharto dan kroni-kroninya, (2) Berantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, (3) Tegakkan supremasi hukum, (4) Cabut dwifungsi ABRI, (5) Laksanakan pemilu ulang, dan (6) Amandemen UUD 1945.

Kenyataannya, kekerasan terus terjadi. Pada Maret 1998 terjadi penculikan aktivis prodemokrasi. Pada 12 Mei 1998 terjadi penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti. Pada 13-15 Mei 1998 terjadi kerusuhan di beberapa kota besar, dan pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mundur dari jabatan presiden.

Semasa pemerintahan Presiden BJ Habibie, mahasiswa turun ke jalan mengawal pelaksanaan agenda reformasi. Enam belas tahun yang lalu, tepatnya 13 November 1998, seputar Kampus Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya, Jakarta, bersimbah darah dan tiga mahasiswa meninggal diterjang peluru tajam aparat. Para korban itu adalah  BR Norma Irmawan (Wawan), Unika Atma Jaya, Jakarta; Sigit Prasetyo, Universitas YAI; dan Tedy Mardani, ITI. Peristiwa ini disebut Kasus Semanggi I. Korban lainnya adalah Heru Sudibyo, STIE Rawamangun; Engkus Kusnaedi, Unija Pulomas; dan Muzamil Joko Purwanto, UI.

Saat itu mahasiswa menolak Sidang Istimewa MPR karena anggota MPR didominasi kroni-kroni Presiden Soeharto hasil Pemilu 1997. Mahasiswa berhadapan dengan aparat militer yang dipersenjatai peralatan perang dan Pamswakarsa yang dipersenjatai bambu runcing.

Pada September 1999 terjadi Kasus Semanggi II. Mahasiswa berdemonstrasi menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya karena materinya mengandung sumber pelanggaran HAM.

Lokasi Kampus Unika Atma Jaya, Jakarta, bersebelahan dengan Jembatan Semanggi. Semasa menjabat Gubernur DKI Jakarta, Jokowi dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, menamai taman antara Kampus Unika Atma Jaya dan Jembatan Semanggi itu Taman Semanggi.

Komnas HAM lalu menyelidiki berbagai Tragedi 1998, yaitu kasus (1) Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, (2) Kerusuhan 13-15 Mei 1998, dan (3) Penghilangan Orang secara Paksa 1997/1998 (penculikan). Ketiga berkas penyelidikan itu ditolak Kejaksaan Agung dengan berbagai alasan. Hal ini berbeda dengan berkas penyelidikan Komnas HAM atas kasus Timor Timur dan Tanjung Priok yang ditindaklanjuti Kejaksaan Agung hingga terbentuk Pengadilan HAM ad hoc.

DPR 1999-2004 membentuk Pansus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, kemudian merekomendasikan untuk meneruskan ke pengadilan umum/militer yang sedang berjalan. Kasus Trisakti dua kali digelar di pengadilan militer, kasus Semanggi II satu kali digelar di pengadilan militer. Namun,  kasus Semanggi I belum disentuh oleh pengadilan apa pun. DPR juga membentuk Pansus Penghilangan Orang secara Paksa 1997/1998, tetapi tidak ditindaklanjuti ke pengadilan.

Selama ini telah disosialisasikan cara penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yaitu (1) Melalui UU No 27/2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), tetapi dibatalkan Mahkamah Konstitusi karena tidak mencerminkan keadilan, dan (2) Presiden atas nama negara minta maaf tanpa didahului proses pengadilan.

Draf RUU KKR semasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditolak oleh sebagian korban/keluarga korban sebab materinya mengandung impunitas. Kini pemerintah berniat membahas draf RUU KKR lagi (Kompas, 6/11/2014).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gaya Pemerintahan Prabowo Diharap Tidak Satu Arah Seperti Orde Baru

Gaya Pemerintahan Prabowo Diharap Tidak Satu Arah Seperti Orde Baru

Nasional
Gaya Kepemimpinan Prabowo yang Asli

Gaya Kepemimpinan Prabowo yang Asli

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Anggap Pernyataan Prabowo Berbahaya | Ketua KPU Jelaskan Tudingan Gaya Hidup 'Jetset'

[POPULER NASIONAL] PDI-P Anggap Pernyataan Prabowo Berbahaya | Ketua KPU Jelaskan Tudingan Gaya Hidup "Jetset"

Nasional
Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, PKB Ingatkan 'Checks and Balances'

Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, PKB Ingatkan "Checks and Balances"

Nasional
Prabowo Yakin Pemerintahannya Lanjutkan Proyek IKN dengan APBN

Prabowo Yakin Pemerintahannya Lanjutkan Proyek IKN dengan APBN

Nasional
Tanggal 20 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Nasional
5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

Nasional
Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Nasional
Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Nasional
Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Nasional
BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Nasional
Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Nasional
Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com