Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU MD3, Demokrasi dan Transaksi

Kompas.com - 23/11/2014, 16:34 WIB


Oleh: Marcellus Hernowo

KOMPAS.com - Terbatas di pasal-pasal yang telah disepakati bersama dan diusahakan dapat diselesaikan sebelum 5 Desember 2014. Itulah semangat yang muncul dalam rapat kerja Badan Legislasi DPR dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Kamis (20/11), di Kompleks Parlemen, untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau yang biasa disebut UU MD3.

Rapat kerja berikut semangat yang muncul itu merupakan kelanjutan dari kesepakatan damai antara Koalisi Merah Putih (KMP) yang di pemilu presiden lalu mengusung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mengusung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Ada lima poin persetujuan dalam kesepakatan damai yang ditandatangani pada Senin itu. Salah satunya, KIH dan KMP sepakat mengirim anggotanya untuk mengisi alat kelengkapan DPR (AKD) yang terdiri dari 11 komisi, 4 badan, dan 1 majelis. Dalam kesepakatan damai itu juga dinyatakan, KIH mendapat 21 kursi pimpinan AKD, yang terdiri dari lima kursi pimpinan ketua dan 16 kursi wakil ketua AKD. Untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan revisi UU MD3 guna menambah posisi satu wakil ketua pada 16 AKD.

Melalui kesepakatan damai, tujuh ayat di UU MD3 akan dihapus karena dianggap pengulangan dan berpotensi melemahkan efektivitas sistem pemerintahan presidensial. Tujuh ayat itu adalah Ayat 3, 4, 5, dan 6 dalam Pasal 74, serta Ayat 7, 8, dan 9 dalam Pasal 98.

Kesepakatan damai yang diikuti rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan Menteri Hukum dan HAM tersebut menjadi titik terang dari penyelesaian polemik yang terjadi sejak hari pertama anggota DPR periode 2014-2019 dilantik pada 1 Oktober lalu. Polemik yang praktis menghabiskan satu masa persidangan itu terkait dengan perebutan kursi pimpinan DPR dan AKD, yang semuanya bermula dari ketentuan di UU MD3.

Ketentuan di UU MD3 bahwa pimpinan DPR dan AKD dipilih oleh para anggota DPR secara langsung dengan sistem paket membuat KMP yang punya lebih banyak kursi di parlemen memenangi semua pemilihan. Sejumlah politisi KMP mengatakan, sistem itu tidak melanggar prinsip demokrasi dan justru akan membuat pemerintahan yang dikuasai KIH makin baik dan hati-hati. Pengawasan dan keberimbangan antara eksekutif dan legislatif akan makin optimal.

Namun, logika itu ditentang oleh KIH. Ketentuan di UU MD3 tak hanya memunculkan ironi dan kejanggalan demokrasi karena PDI-P sebagai partai pemenang pemilu yang artinya paling banyak mendapat suara rakyat dibandingkan dengan partai lain justru tak mendapat kursi pimpinan DPR dan AKD.

Hal itu juga memunculkan kecurigaan seperti dugaan untuk menjegal atau mengganggu kekuatan politik tertentu. Dugaan itu muncul karena UU MD3 disepakati hanya satu hari sebelum Pemilihan Presiden 2014. Artinya, saat UU itu disusun dan disahkan, hasil pemilu legislatif (PDI-P sebagai pemenang) dan koalisi partai pendukung di pilpres (KMP lebih kuat) telah diketahui.

Kecurigaan itu makin kuat karena sejumlah ketentuan diputuskan diubah di saat-saat akhir, seperti tentang pimpinan DPR yang sebelumnya ditentukan berdasarkan urutan fraksi dari yang terbesar menjadi dipilih oleh anggota DPR.

Posisi

Jika melihat isi UU MD3 dan tata tertib DPR, terkesan tidak ada yang istimewa dalam tugas dan wewenang pimpinan DPR atau AKD. Pasal 86 UU MD3 menyebutkan, tugas pimpinan DPR antara lain memimpin dan menyimpulkan hasil sidang, menyusun rencana kerja, melakukan koordinasi, dan menjadi juru bicara DPR. Tugas yang hampir sama dimiliki oleh pimpinan AKD, tentunya dalam lingkup AKD.

Sesuai informasi yang dihimpun Kompas, tunjangan wakil ketua dan komisi di DPR juga hanya sekitar Rp 1 juta dan Rp 2 juta. Jumlah itu tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan pendapatan resmi anggota DPR yang sekitar Rp 60 juta setiap bulan.

Namun, dalam realitas politik sehari-hari, fungsi pimpinan DPR dan AKD amat strategis. Rapat paripurna DPR, seperti yang terjadi dalam rapat pemilihan pimpinan DPR pada 1 Oktober lalu, menunjukkan pimpinan rapat punya peran penting untuk menentukan arah jalannya rapat hingga keputusan yang akan diambil.

Seorang pimpinan DPR, sambil bergurau, pernah berujar seberapa penting posisinya itu. "Dahulu, (saat masih jadi anggota DPR biasa) mau menghubungi pejabat tertentu sering kali gagal. Kini mereka yang menghubungi kami," katanya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com