Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid pun menyalahkan KIH. Menurut dia, KIH tidak menggunakan kesempatan yang ada untuk melakukan lobi dengan baik. Sehingga, pimpinan DPR bertindak tegas sesuai Tata Tertib.
"Kemarin kan mereka minta untuk diulur sampai waktu tertentu. Kalau ikuti tata tertib, skorsing itu hanya berlaku dua kali. Satu kali 24 jam. Ini kan sampai paripurna yang keempat. Kurang leluasa apa? Setelah itu mereka minta lagi menunggu kabinet Jokowi, kabinet Jokowi sudah disampaikan nggak juga (setor). Kurangnya apa coba?" papar dia.
Yang terjadi kemudian, KIH yang sudah dipastikan tak dapat satu pun kursi pimpinan membuat manuver baru. Koalisi ini membentuk formasi pimpinan tandingan.
Politisi PDI Perjuangan Arif Wibowo mengatakan, pimpinan DPR tandingan terbentuk lantaran selama ini pimpinan DPR yang ada tidak pernah mengakomodir aspirasi yang disampaikan KIH. "Pimpinan sudah secara nyata mengabaikan hak paling pokok anggotanya, yakni hak untuk menyatakan pendapat. Itu jelas melanggar tata tertib," kata politisi PDI-P, Arif Wibowo, Rabu.
Sebagai komposisi, pimpinan DPR tandingan itu diketuai oleh Pramono Anung (F-PDI-P). Sementara, empat wakil ketua adalah Abdul Kadir Karding (F-PKB), Saifullah Tamliha (F-PPP), Patrice Rio Capella (F-Nasdem), dan Dossy Iskandar (F-Hanura).
Tak hanya membentuk pimpinan DPR tandingan, mereka juga melayangkan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR. Anggota Fraksi PKB Daniel Johan mengatakan, mosi dilayangkan lantaran pimpinan DPR dianggap tidak layak dan bersikap layaknya diktaktor.
Dan pimpinan DPR RI menempatkan diri bukan sebagai pimpinan seluruh anggota tetapi melakukan keberpihakan yang diskirimitnatif, tidak demokratis dan tidak adil,” kata Daniel kepada Kompas.com, Kamis (30/10/2014).
Parlemen terbelah
Peneliti Divisi Kajian Hukum Tata Negara Sinergi Demokrasi untuk Masyarakat Demokrasi (SIGMA), M Imam Nasef, mengatakan dalam perspektif ketatanegaraan dikenal istilah divided government, di mana parpol yang menguasai parlemen berseberangan dengan parpol pengusung presiden dan wakil presiden saat pemilu.
Menurut Nasef, kondisi seperti seperti itu sangat baik untuk meningkatkan konsolidasi demokrasi di dalam sistem pemerintahan presidensial karena parlemen seharusnya menjalankan fungsi sebagai lembaga pengontrol pemerintah.
“Divided government dalam sistem pemerintahan presidensial sebenarnya memiliki sisi positif untuk memaksimalkan fungsi checks and balances, karena eksekutif akan diawasi secara ketat oleh legislatif,” ujar Nasef.
Namun, kata Nasef, yang terjadi di Indonesia bukan hanya divided government melainkan juga divided parliament antara KIH dan KMP. Menurut dia, jika konflik antara KIH dan KMP di parlemen tak kunjung berakhir, maka akan menggangu kinerja pemerintah.
Pasalnya, sejumlah kebijakan pemerintah yang memerlukan peran dan andil DPR tidak dapat terealisasikan karena mereka terlalu sibuk konflik. Menurut dia, langkah KIH di parlemen yang membuat polemik berlarut akan dinilai kontraproduktif oleh publik.
“Bagaimana mungkin bisa melakukan checks and balances kalau di internal DPR saja tidak 'balance'? DPR sangat berpotensi 'lumpuh' bahkan 'mandul' kalau terus-terusan disibukkan dengan konflik internal akibat adanya divided parliament ini,” tegas dia.
Jadi, kapankah DPR akan bekerja sesuai fungsinya?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.