"Bisa kau sebut ciri-cirinya orang Jawa?"
"Dalam kehidupan masyarakat Jawa dikenal adanya istilah 'hari baik' dan 'hari buruk'. Maksudnya, ada suatu kepercayaan bahwa hari-hari dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh kegaiban tertentu bagi manusia, ada yang pengaruhnya baik, ada yang pengaruhnya buruk, dan pengaruh tersebut dapat berpengaruh terhadap kehidupan manusia secara jangka panjang."
"Terus...?"
"Dalam melakukan sesuatu perbuatan yang bersifat penting, biasanya orang Jawa akan menyesuaikan waktu dan hari pelaksanaannya, supaya hasilnya baik seperti yang diharapkan dan tidak ada nasib buruk yang dialami di belakang hari. Misalnya, yang akan pindah rumah atau bepergian jauh akan menghindari hari Jum'at dan Sabtu, karena hari Jum'at banyak yang rusuh, banyak masalah, banyak pertengkaran dan perselisihan, dan hari Sabtu banyak naas, nasib buruk dan musibah."
"Wah tahayul banget ya orang Jawa itu..."
"Dengar dulu penjelasanku. Dalam budaya Jawa juga ada konsep ilmu petungan (perhitungan), yang melibatkan alam pemikiran makro dan mikrokosmos, jagad gedhe dan cilik, alam semesta dan diri manusia. Petungan bukan dibuat atas dasar tahayul, tetapi atas dasar titen, yaitu mengamati dan memahami alam, sehingga muncullah konsep pranata mangsa, ilmu tentang ramalan cuaca (perilaku alam), yang sehari-harinya banyak digunakan sebagai patokan
hari untuk rencana menanam padi dan panenan."
"Baiklah. Jadi menurutmu, apa yang dilakukan oleh Joko Widodo sebagai orang Jawa sudah bener?"
"InsyaAllah sudah bener."
"O... pantas saja waktu pengumuman diundur, dari yang semula rencananya mau diumumkan pukul 16.00, akhirnya diumumkan di atas pukul 17.00 WIB."
"Emang kamu tahu maknanya Minggu Pon?"
"Sebentar, saya buka primbon dulu," Juha membuka lembar-lembar halaman primbon milik Don.
"Menurut primbon, watak mereka yang lahir pada hari pasaran Pon itu suka marah kepada keluarga, jalan pikirannya sering berbeda dengan pandangan umum, dan suka berbantahan," sambung Don.
Ha ha ha... Sepasang sahabat itu pun pecah tawanya.
"So, ada yang menarik lagi nggak menurutmu?"
"Ada. Sebagian menteri-menteri itu ternyata dari keturunan orang-orang hebat."
"Misalnya."
"Puan Maharani, selain cucu Presiden Sukarno, juga puteri presiden kelima Megawati."
"Kemudian..."
"Ada Ryamizard Ryacudu yang bekas KSAD dan anak dari Mayjen TNI Musanif Ryacudu. Ayah Rymizard adalah salah satu perwira tinggi TNI AD yang dikenal sangat dekat dengan Presiden Soekarno atau Soekarnois."
Selanjutnya Don pun bercerita mengenai asal-usul menteri lainnya. Indroyono Soesilo, adalah anak dari Jenderal Soesilo Soedarman. Bambang Brojonegoro, anak dari Mentri Prof. Dr. Ir. R. M. Soemantri Brodjonegoro (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia pada tahun 1967 hingga 1973 dan juga mantan Menteri Pendikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1973. Ia juga pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Indonesia. Ia meninggal dunia dalam masa jabatannya sebagai Mendikbud dan digantikan oleh Syarief Thayeb).
Anies Baswedan, anak dari AR Baswedan, Menteri Muda Penerangan di zaman Bung Karno. AR Bawesdan pula yang bertaruh nyawa pergi ke Mesir dan akhirnya Indonesia meraih pengakuan pertama atas eksistensi Republik Indonesia secara de facto dan de yure oleh Mesir. AR Baswedan sangat sederhana dan tidak pernah memikirkan harta material. Sampai akhir hayatnya AR Baswedan tidak memiliki rumah. Dia dan keluarga menempati rumah pinjaman di dalam kompleks Taman Yuwono di Yogyakarta, sebuah kompleks perumahan yang dipinjamkan oleh Haji Bilal untuk para pejuang revolusi saat Ibukota di RI berada di Yogyakarta. Mobil yang dimilikinya adalah hadiah ulang tahun ke 72 dari sahabatnya Adam Malik, saat menjabat Wakil Presiden.
"Moga-moga saja nama-nama hebat itu menjadi spirit bagi keturunannya dan menteri-menteri lainnya ya, agar nama mereka seharum nama para tokoh itu?" timpal Juha.
"Iya, mulailah mereka kerja, kerja, dan kerja," Don menyahut.
"Tapi jangan juga terus-terusan kerja, bisa-bisa kehilangan kepribadiannya sebagai manusia."
"Tenang aja, Pak Jokowi kan pandai mencairkan suasana. Jadi, meski bekerja keras tetap dalam suasana yang santai."
"Kita kasih kesempatan kabinet ini bekerja. Jangan belum bekerja sudah kita nyinyiri."
"Kalau kerja mereka baik kita dukung. Kalau mereka menyeleweng, kita tempeleng."
"Akur!"
Adzan maghrib berkumandang. Perbincangan sepasang sahabat itu berhenti. Senja sempurna luruh menuju malam.
@JodhiY