"Kami meminta menakertrans yang baru tidak memiliki relasi rantai bisnis terkait pengelolaan buruh migran," ujar Adi dalam siaran pers, Jumat (24/10/2014).
Adi mengatakan, pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri sarat akan nuansa pasar. Menurut Adi, poin-poin yang direvisi dalam undang-undang tersebut cenderung menitikberatkan pihak swasta yang terhimpun dalam Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) untuk menangani permasalahan TKI.
Adi mengatakan, pemerintahan yang baru harus membatasi kewenangan pihak swasta dalam mengelola nasib TKI. Menurut dia, proses pendidikan calon TKI di daerah, aduan kasus di negara penempatan, hingga kewajiban penggunaan moda transportasi kepulangan bagi TKI masih seutuhnya diurus oleh swasta.
"Sudah terbukti pola-pola pasar seperti ini mengakibatkan banyaknya kasus eksploitasi terhadap TKI," kata Adi.
Adi mengatakan, menakertrans yang baru harus memiliki pemahaman yang komprehensif terkait aspek hukum dan tata kelola lembaga yang menangani TKI. Terkait aspek kelembagaan, kata Adi, menteri selanjutnya juga harus mampu menjadi leading sector dalam menjalankan fungsi koordinasi dan fungsi eksekusi mulai dari sebelum penempatan TKI, saat kedatangan di tempat tujuan, hingga kepulangan ke Indonesia.
Adi berharap, pemerintah lebih berpihak kepada nasib TKI dan menyorotinya dari sudut pandang sebagai sesama warga negara, bukan sebagai konsumen jasa mereka. Selain itu, pemerintah juga diminta menekan kasus kekerasan yang terjadi pada TKI dan meningkatkan perlindungan terhadap TKI selama di tempat kerja.
"Menakertrans yang baru harus berani mengampanyekan 'Zero Death of Indonesian Migrant Worker' selama menjabat," ujar Adi.
Adi menyebutkan tiga aspek negatif yang selalu menjadi persoalan buruh migran yang kerap disebut dengan 3D, yakni dirty, dark, dangerous. Menakertrans yang baru, kata dia, harus siap mundur jika persoalan tersebut tidak berhasil diatasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.