Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY dan Megawati, Berkomunikasilah

Kompas.com - 01/10/2014, 20:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya bertemu dan berkomunikasi. Pertemuan mereka diyakini bisa mencairkan hubungan demi memperkuat dukungan kepada pemerintahan baru di bawah kepemimpinan presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla.

”Penyebab utama (kesulitan PDI-P mengajak Partai Demokrat berkoalisi) adalah kegagalan upaya mengharmonisasi hubungan antara Megawati dan Yudhoyono sebagai veto player di kedua partai tersebut. Hal ini menyebabkan jarak psikologis yang mengganggu proses komunikasi dan hubungan yang diwarnai praduga-praduga di masa lalu,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, Senin (29/9), di Jakarta.

Dalam Sidang Paripurna DPR tentang Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada), Jumat (26/9), Fraksi PDI-P gagal mengajak Fraksi Demokrat untuk bergabung memperjuangkan opsi pilkada langsung.

Meski Fraksi PDI-P, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hati Nurani Rakyat secara terbuka menyetujui opsi Fraksi Demokrat yang mengajukan pilkada langsung dengan 10 syarat perbaikan, ternyata anggota Fraksi Demokrat justru memilih walk out (meninggalkan ruang sidang). Akibatnya, dalam voting, opsi pilkada langsung yang didukung PDI-P, PKB, dan Hanura dikalahkan oleh opsi pilkada lewat DPRD yang diusung Partai Gerakan Indonesia Raya, Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional.

Menurut Yunarto, PDI-P sepertinya masih membutuhkan waktu untuk memahami posisi barunya. Posisi barunya saat ini membutuhkan sikap dan perilaku yang berbeda. Pada saat yang sama, Demokrat juga seperti masih mengalami ”kejutan” budaya sebagai partai yang mengalami kekalahan. Padahal, politik itu seni untuk mengelola berbagai kemungkinan.

”Perlu disiapkan berbagai skenario kemungkinan dan karena itu juga ada rencana mitigasinya. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila koalisi Joko Widodo-JK, terutama PDI-P, mulai melepaskan diri dari ketergantungan berlebih pada sosok Megawati dan memberdayakan orang-orang terbaiknya dalam melakukan lobi politik. Harus ada ruang gerak lebih yang diberikan kepada tokoh-tokoh tertentu yang bisa mewakili pimpinan partai dalam mengambil keputusan,” tuturnya.

Pragmatisme politik

Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Ahmad Basarah mengatakan, paradigma baru dalam membentuk pemerintahan ideal dalam situasi pragmatisme politik seperti saat ini tidaklah mudah. Harapan Jokowi-JK untuk dapat membentuk pemerintahan yang bebas dari politik transaksional terbentur oleh pandangan sebagian parpol yang mensyaratkan bentuk kerja samanya dengan ukuran-ukuran pragmatisme politik.

Menurut Basarah, masyarakat harus memahami Jokowi, kalau akhirnya tidak bisa menghindarkan diri dari kompromi minimalis dengan kekuatan-kekuatan politik lain demi suksesnya pemerintahan. Upaya ke arah kerja sama politik dengan parpol di luar pengusung Jokowi-JK sebenarnya sudah dilakukan sejak lama, baik kepada PPP, PAN, maupun Partai Demokrat.

Khusus kepada Partai Demokrat, sebenarnya Megawati sudah cukup responsif dengan sikapnya yang akan mendukung Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan sebagai calon ketua MPR periode 2014-2019.

”Momentum voting paripurna DPR pengambilan keputusan RUU Pilkada kemarin seharusnya dapat menjadi affirmative action dari Demokrat kepada Megawati dan PDI-P untuk dimulainya babak baru bagi hubungan yang lebih baik antara Demokrat dan PDI-P, termasuk hubungan antara Megawati dan Yudhoyono. Dengan tidak maunya Partai Demokrat bergabung dengan PDI-P, PKB, dan Hanura dalam paripurna RUU Pilkada, justru menjadi pertanyaan apakah Yudhoyono dan Partai Demokrat memang sungguh-sungguh ingin membangun hubungan yang baik dengan Megawati dan PDI-P,” kata Basarah.

Terobosan revolusioner

Ke depan, menurut Basarah, PDI-P masih akan terus mengupayakan koordinasi dengan PPP dan PAN, termasuk dengan Demokrat, agar dapat kembali ke jalan demokrasi yang hakiki. Saat ini, PDI-P menunggu langkah terobosan yang revolusioner dari Yudhoyono dan Partai Demokrat untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar telah ditipu oleh oknum-oknum kader Partai Demokrat, yang menurut pengakuan beberapa elite Partai Demokrat telah mengkhianati instruksi Yudhoyono sebagai ketua umum.

”Perlu ada sanksi tegas, berupa pemecatan terhadap kader-kadernya yang berkhianat, sehingga publik dapat diyakinkan bahwa Yudhoyono benar-benar telah dikhianati oleh oknum-oknum kader Partai Demokrat di DPR,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Nasional
PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

Nasional
Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Nasional
Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Nasional
Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Idrus Marham Bantah Koalisi Prabowo Ingin Jegal Anies di Pilkada Jakarta

Nasional
Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Jokowi Ungkap Kementan Akan Penuhi Kebutuhan Pompa untuk 7.600 Hektare Sawah di Kotawaringin Timur

Nasional
Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Menko Polhukam Sebut TNI-Polri dan BIN Harus Sakti Jelang Pilkada

Nasional
Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Soal Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Gerindra: Belum Memenuhi Kuota

Nasional
KPK Komitmen Tuntaskan Perkara Eddy Hiariej

KPK Komitmen Tuntaskan Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Hari Anti Narkotika Internasional, Fahira Idris Paparkan 6 Upaya Berantas Peredaran NPS di Indonesia

Hari Anti Narkotika Internasional, Fahira Idris Paparkan 6 Upaya Berantas Peredaran NPS di Indonesia

Nasional
MKD Bakal Panggil PPATK Soal Anggota DPR Main Judi Online

MKD Bakal Panggil PPATK Soal Anggota DPR Main Judi Online

Nasional
PPATK Bakal Laporkan Anggota DPR Main Judi Online ke MKD

PPATK Bakal Laporkan Anggota DPR Main Judi Online ke MKD

Nasional
MKD Disebut Bisa Langsung Tindak Anggota DPR Pemain Judi Online Tanpa Tunggu Laporan

MKD Disebut Bisa Langsung Tindak Anggota DPR Pemain Judi Online Tanpa Tunggu Laporan

Nasional
KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com