Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di RUU Pemda, Pemerintah Berikan Kewenangan Jokowi Pecat Kepala Daerah

Kompas.com - 17/09/2014, 17:28 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Perwakilan Rakyat akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah pada akhir September 2014. Dalam RUU yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 itu, terdapat klausul baru, yakni adanya kewenangan presiden untuk memecat kepala daerah.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menilai keberadaan RUU ini akan memberikan keleluasaan bagi presiden baru, Joko Widodo. "Pak Jokowi dengan undang-undang ini sebenarnya pemerintah yang akan datang ini makin enak, makin bagus. Bisa solid satu garis, ya, dari pusat ke daerah, dan itu harus dimaknai bahwa provinsi adalah bagian dari negara kesatuan Indonesia, kabupaten juga seperti itu," ujar Gamawan di Kantor Presiden, Rabu (17/9/2014).

Gamawan memaparkan, dalam RUU Pemda, terdapat 15 isu krusial yang menjadi perbaikan dari undang-undang sebelumnya. Salah satunya yang ditekankan adalah soal sanksi terhadap kepala daerah yang berkinerja buruk atau dianggap melanggar undang-undang. Jika pada UU sebelumnya disebutkan bahwa kepala daerah baru bisa diberhentikan apabila sudah ada rekomendasi DPRD kepada presiden melalui menteri dalam negeri, kini prosesnya diubah.

Pada Pasal 60 RUU Pemda, pemberhentian gubernur/wakil gubernur bisa dilakukan oleh presiden apabila pimpinan DPRD tidak menyampaikan usulan pemberhentian paling lambat 14 hari. Adapun wali kota/bupati diberhentikan langsung oleh menteri dalam negeri jika DPRD tak mengajukan usulan.

Pada Pasal 63, gubernur dan wakil gubernur diberhentikan sementara oleh presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, dalam RUU Pemda juga disebutkan kewenangan presiden memberikan teguran tertulis kepada gubernur yang meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari tujuh hari tanpa izin. Apabila teguran itu tidak digubris, kepala daerah diwajibkan mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh kementerian yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri.

Kewenangan presiden yang diperluas terhadap kepala daerah ini merupakan perbaikan atas sistem otonomi daerah dan prinsip dari Negara Kesatuan RI. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku kerap mendapat pertanyaan dari pimpinan negara lain akan kontradiksi penerapan otonomi daerah dan prinsip NKRI.

Presiden SBY juga sempat mengeluhkan tidak adanya wewenang presiden menindak kepala daerah. Padahal, dia melihat banyak kepala daerah yang tidak bekerja sehingga pembangunan di wilayah itu terbengkalai. Sistem pengawasan DPRD dianggap tidak terlalu efektif dijalani sehingga SBY menilai perlu ada turut campur presiden dalam menegur para kepala daerah itu.

"Di dalam Undang-Undang Nomor 32/2004 itu tidak dimuat. Maka, di sini, dalam revisi ini sudah dimuat sanksi-sanksi itu," ucap Gamawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com