Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Pro Petani

Kompas.com - 30/08/2014, 17:50 WIB

BPS  mencatat, pertanian masih jadi gantungan hidup 40,83 persen warga. Sekitar 57 persen dari 63 persen warga miskin di pedesaan adalah petani. Di luar itu pengangguran pada 2014 masih 7,15 juta jiwa (5,7 persen), angka pengangguran terbuka 36,97 juta jiwa, sektor informal dominan dari struktur tenaga kerja (65 persen), dan angka kemiskinan 28,28 juta orang (11,25 persen). Jumlah penduduk defisit energi 30 juta jiwa dan prevalensi anak kerdil sekitar 40 persen, lingkungan hidup makin rusak, kesenjangan ekonomi makin menganga, daya saing ekonomi melemah, dan kualitas hidup masyarakat jauh tertinggal. Berapa tahun lagi ketertinggalan itu bisa diselesaikan? Pilpres memberi harapan perubahan. Namun, itu tergantung dari langkah presiden terpilih nantinya.

Tiga syarat

Belajar dari tiga presiden pro petani di atas, untuk kasus Indonesia, seorang presiden (terpilih) bisa disebut pro petani apabila mau dan mampu melakukan tiga hal berikut. Pertama, merombak struktur sosial warisan kolonialisme. Distribusi dan penguasaan sumber daya agraria (lahan) makin timpang. Ini berujung pada konflik agraria yang akut, kemiskinan pedesaan, dan terbatasnya lapangan pekerjaan pedesaan. Tidak cukup reforma agraria, presiden terpilih juga harus mengidentifikasi, menginventarisasi, dan merevisi peraturan perundang-undangan yang masih mengakar/bersumber/berjiwa kolonialisme dan feodalisme.

Kedua, membuat UU Perlindungan Petani (setara AAA). UU No 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang ada jauh dari memadai. Usaha pertanian berisiko besar. Ketika terjadi bencana alam, hama dan penyakit negara harus menjamin petani tidak menderita.

Lewat UU ini negara perlu menjamin bahwa struktur pasar yang jadi fondasi pertanian, baik dalam negeri maupun internasional, merupakan struktur pasar yang adil. Selain itu, semua hal yang menambah biaya eksternal bagi petani, menurunkan harga riil produk pertanian, dan struktur yang menghambat kemajuan pertanian, perlu landasan hukum yang kuat agar perlindungan petani dapat dilaksanakan sebagai kewajiban dari negara.

Ketiga, UU Restrukturisasi Industri. Pertanian harus dijadikan basis ekonomi dan batu pijak pengembangan industri. Sejarah industrialisasi di Indonesia adalah industri yang memeras petani. Industrialisasi justru menyebabkan pemiskinan sektor pertanian. Pembangunan ekonomi lebih menguntungkan sektor industri/perkotaan. Implikasinya, industrialisasi menyebabkan ketimpangan yang lebar antara sektor pertanian dan industri atau juga meningkatnya ketimpangan wilayah pedesaan dengan wilayah perkotaan. Melalui UU ini, presiden terpilih harus mendorong berkembangnya industri berbasiskan pertanian.

Khudori, Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia;
Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat (2010-2014)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com