Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/08/2014, 18:34 WIB

Siang itu, kata Heru, Vik berujar, "Kompas print dan Kompas.com itu memang beda. Pertama, audiens kita beda. Kan Kompas.com itu salah satu misinya adalah memperoleh segmen pembacanya terhadap brand Kompas. Jadi, kalau Kompas hanya print, ya pembacanya hanya itu aja, di lorong usia ini aja. Tapi, dengan adanya Kompas.com, brand Kompas itu dikenal juga oleh kelompok pembaca di usia ini. Kontennya pasti beda. Karakternya pasti beda. Semuanya pasti beda. Tetapi, tadi itu, ada satu hal yang menyamakan, tidak boleh ada konten yang bohong."

Heru mengaku masih menyimpan rekaman percakapan itu karena akan dia gunakan untuk kepentingan studi soal konvergensi media. Taufik bukan orang asing dalam praktik konvergensi media. Ia adalah pelaku. Visinya tentang media baru memberi warna pada wajah Kompas.com hari ini.

Pada tahun 2007, ia didapuk menjadi Direktur Utama Kompas.com. Saat itu, ia masih menjabat sebagai Redaktur Pelaksana Harian Kompas. Kehadirannya di Kompas.com menjembatani proses konvergensi antar-dua media ini.

Seperti ia kemukakan di atas, kehadiran internet sebagai medium baru menuntut sebuah praktik baru jurnalisme. Situasi yang tidak mudah. Internet seperti mengguncang aneka pakem jurnalisme lawas. Ini terjadi di seluruh dunia. Ada situasi baru yang membutuhkan adaptasi dalam praktik jurnalistik.

Beberapa dari Anda barangkali mencermati bahwa model pemberitaan di Kompas.com terasa berbeda dengan Harian Kompas. Itu adalah cara Taufik mengadaptasi medium baru. 

Tentang ini secara khusus ia berkata, "Memang sejak awal saya sudah ngomong sama Pak CEO kan (CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo), kalau saya bekerja di Kompas.com tolong beri saya keleluasaan untuk melepaskan diri, atau menambah karakter lain dari karakter-karakter yang ada di Kompas print, yaitu karakter yang cocok untuk pembaca muda. Kalau tidak diperbolehkan, saya enggak mau. Kata Mas Agung, silakan."

Agung menyebut Taufik sebagai sosok brilian karena ia menawarkan konsep baru Kompas.com yang reborn pada 2008. Sebelumnya, sejak 1998, Kompas.com dikenal dengan brand Kompas Cyber Media atau KCM. Taufik menyebut KCM sebagai media yang tidak dinamis dan tidak kreatif. Ia merombak total KCM.

"KCM dulu itu terlalu tidak dinamis. Orang-orangnya tidak dinamis. Tidak mengikuti tren. Seolah-olah meng-update itu adalah barang yang susah dikerjain. Tidak berani mengambil keputusan. Lalu, bergerak di zona aman. Tidak kreatif. Orang redaksi juga tidak menggerakkan diri sebagai sebuah newscenter. Dia hanya sebagai uploader aja, lalu kita ubah," kata Taufik.

"Itulah sosok Taufik. Ia bukan sekadar pemimpin, tapi juga seorang pembaru. Berani, tegas, tapi wajah cengegesannya saat tertawa tak pernah hilang," ujar Heru.

Kiprah Taufik tidak hanya di Kompas.com. Sebelum Kompas TV mengudara perdana pada 9 September 2011, Taufik membentuk embrio Kompas TV tiga tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, Taufik mengagas video on demand (VOD) di Kompas.com. Kanal tayangan berita video di Kompas.com itu dinamai Kompas TV.

Dalam perbicangan siang itu ia mengatakan, sebagai brandKompas tidak cukup hanya memiliki edisi cetak dan online. Kompas harus hadir juga dalam bentuk visual. "Setelah teks, kini ada online, lalu sekarang yang visual. Karena itu juga di Kompas.com kita bikin Kompas TV. Itu untuk mewadahi keinginan untuk multimedia delivery. Kita punya teks, punya foto, juga punya video," kata Taufik.

Kanal video di Kompas.com yang disebut Kompas TV itu kemudian ditarik lebih luas sebagai inisiatif Kompas Gramedia dengan membentuk sebuah perusahaan baru, PT Gramedia Media Nusantara, yang mengelola Kompas TV. Taufik menjadi pemimpin redaksi di TV baru milik Kompas Gramedia itu.

Sebagai praktisi media, Taufik memiliki pengalaman yang lengkap. CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo saat memberikan sambutan di rumah duka mengatakan, Taufik adalah satu-satunya pemimpin di Kompas Gramedia yang memiliki pengalaman platform media paling lengkap: Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Pemimpin Redaksi Kompas.com dan Kompas TV. Sejatinya, konvergensi media membutuhkan sosok yang memiliki pengalaman komplet seperti Taufik.

Taufik Mihardja adalah wartawan yang setidaknya selama seperempat abad terakhir berkarya di Grup Kompas Gramedia, terutama di harian KompasKompas.com, dan Kompas TV. Jabatan terakhir Taufik hingga saat meninggal adalah Pemimpin Redaksi Kompas.com.

Kenangan lain datang dari Direktur Group of Digital Kompas Gramedia, Edi Taslim, di rumah duka, Rabu pagi. Edi mengatakan bahwa Taufik adalah seorang kolega yang tidak pandai berbasa-basi. "Bahkan, kelugasan dan keterusterangannya kadang-kadang sampai (terkesan) lugu," kata Edi.

Edi bercerita, suatu kali dia dan Taufik menerima salah satu rekan bisnis. Setelah berbincang selama setengah jam, kata dia, Taufik tiba-tiba bertanya tanpa sungkan, "Ini sebenarnya dari tadi kita ngomongin apa?" ujar dia.

Bagi Edi, Taufik adalah pemimpin yang apa adanya, lugas, jujur, dan sangat logis. "Paling menonjol dari dia, sama sekali tidak ada pencitraan, bahkan terkesan lugu," ujar dia.

Selain itu, kata Edi, Taufik adalah orang yang bisa memberikan kepercayaan. "Kalau sudah percaya, percaya banget. Tapi kalau kepercayaan rusak, dia sangat tegas," tutur Edi.

Sementara itu, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, Taufik adalah wartawan yang paripurna. Sebagai teman seangkatan di harian Kompas, Budiman mengatakan, Taufik sudah menjalani karier di semua platform, yaitu cetak, online, dan televisi.

"(Taufik) adalah orang yang pernah berada di segala platform. Paripurna memahami jurnalisme," kata Budiman di rumah duka, Rabu pagi.

"Dia juga pekerja keras, tetapi sekaligus bisa gaul dengan beragam kalangan," tambah Budiman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com