Pembeli menggunakan botol ditoleransi dengan batasan maksimal 2 liter. Hal itu dilakukan karena dia menyadari, ada beberapa pengendara sepeda motor yang kehabisan premium sehingga terpaksa membeli menggunakan botol.
Nursalim (31), sopir angkot jurusan Slawi-Kota Tegal yang juga mengantre di SPBU Grogol, harus menunggu 1,5 jam untuk mendapatkan premium. ”Tadi antre setengah jam di SPBU lain, tetapi ternyata premium habis,” ujarnya. Dia lalu berkeliling mencari premium ke SPBU lain, tetapi juga antre panjang.
Sebagai sopir angkot, kebutuhan BBM sangat vital untuk menunjang pekerjaannya. Rata-rata dalam sehari, Nursalim menjalankan angkutan Slawi-Kota Tegal sebanyak lima kali dengan kebutuhan BBM berkisar 15 liter hingga 20 liter per hari. Adapun penghasilan bersih yang dia terima Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per hari.
Akibat harus mengantre, saat ini dia hanya bisa menjalankan angkutan Slawi-Kota Tegal tiga kali. Penghasilannya pun tentu turun menjadi sekitar Rp 40.000 per hari. ”Kalau saya harus menggunakan pertamax, tidak sanggup,” katanya.
Dia tidak mungkin menaikkan tarif angkutan karena ada penolakan dari penumpang. Harga BBM tidak naik sehingga tarif tidak bisa dinaikkan.
Keluhan serupa disampaikan Ahmad (50), sopir angkot jurusan Jatibarang (Brebes)-Kota Tegal. Saat mengantre di SPBU Lemahduwur, Kabupaten Tegal, Ahmad mengaku harus menunggu dua jam untuk mendapatkan 20 liter premium. Akibat antre, tentu dia kehilangan waktu menjalankan angkot.
Dia sempat mengeluhkan kendaraan-kendaraan pribadi yang ikut mengantre premium bersama angkot dan sepeda motor. Menurut Ahmad, seharusnya kendaraan pribadi menggunakan pertamax sehingga tidak membuat antrean premium bertambah panjang. Namun, rupanya, menurut seorang petugas SPBU, saat itu pertamax di SPBU tersebut juga habis.
Ahmad dan masyarakat lainnya berharap pemerintah memberikan solusi terbaik bagi masyarakat. Dia lebih setuju harga BBM dinaikkan daripada masyarakat tidak bisa bekerja karena harus mengantre BBM. Harga BBM yang masih terjangkau, lanjutnya, sekitar Rp 8.000 per liter. ”Kalau seharga pertamax, kami belum sanggup,” katanya. (Siwi Nurbiajanti)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.