JAKARTA, KOMPAS.com — Evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dinilai jauh lebih penting dibandingkan pembentukan panitia khusus untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu presiden. Salah satu evaluasinya, pemilihan umum dapat dilakukan dengan mengubah seluruh undang-undang (UU) politik.
Paket UU politik itu antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik; Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD; Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden; dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
"Perubahan atau perbaikan paket UU politik itu harus menjadi agenda pertama DPR periode mendatang," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/8/2014).
Perubahan penting dilakukan untuk mengintegrasikan kelima UU politik tersebut. "Jangan sampai kelima UU politik itu bertentangan satu sama lain. Kesesuaian aturan diperlukan agar kesalahpahaman tidak terjadi kembali, terutama dalam penyelenggaraan pemilu," ujar Arif.
Seperti yang terjadi pada Pemilu 2014, ketentuan tentang daftar pemilih khusus (DPK) dipertentangkan. Alasannya, DPK hanya diatur dalam UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Sementara itu, UU Pilpres sama sekali tidak mengatur tentang DPK.
Dalam pilpres, DPK dan DPK tambahan diatur menggunakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (Peraturan KPU). Inilah yang kemudian menjadi bahan pertentangan saat terjadi permohonan sengketa hasil pilpres oleh pasangan capres dan cawapres nomor urut satu.
Arif mengatakan, semua warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih harus mendapatkan hak pilih. Artinya, sudah selayaknya UU politik memberikan jaminan hak pilih untuk warga negara.
Pernyataan senada disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Teguh Juwarno. Menurut Teguh, panitia khusus (pansus) pilpres sudah tidak relevan lagi. Alasannya, sisa waktu jabatan DPR yang tinggal satu bulan tidak akan cukup untuk membahas pansus tersebut.
RDP dengan KPU
Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilu. Agendanya adalah mendengarkan laporan penggunaan anggaran tahun 2013. Dalam rapat tersebut, KPU juga menyinggung rencana alokasi anggaran RAPBN 2015 yang memuat penambahan anggaran KPU Rp 726 miliar dari pagu anggaran Rp 1,1 triliun. (NTA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.