JAKARTA, KOMPAS.com — Saksi yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Marwah Daud Ibrahim, mengaku menemukan pemilih "bodong" 10,55 persen dari jumlah total daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu Presiden 2014. Pernyataan itu ia sampaikan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (15/8/2014).
"Sebetulnya, jumlahnya hanya 3,8 juta pemilih. Tapi, pas dilihat, jumlah pemilih 'oplosan' ini mencapai 10,55 persen DPT, itu artinya sekitar 19 juta pemilih 'bodong'," kata Marwah.
Marwah menjelaskan, data yang ia sampaikan merupakan hasil penelitian dari seluruh tempat pemungutan (TPS) di Indonesia. Ia bahkan mengaku mampu membuktikannya dengan catatan mendapatkan izin dari Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.
Mengenai pemilih "oplosan", kata Marwah, jumlahnya sangat besar karena banyak pemilih yang memberikan hak pilihnya di luar daerah domisilinya masing-masing. Pemilih jenis ini yang kemudian disebut Marwah sebagai pemilih dalam daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb).
"Fakta memperlihatkan, DPKTb yang dipermasalahkan itu awalnya dari pemilih 'oplosan' ini," ujarnya.
Padahal, kata Marwah, aturan KPU telah menyatakan kewajiban diperhatikannya prinsip partisipasi masyarakat, jumlah pemilih, dan prinsip untuk tidak menggabung pemilih dari desa atau TPS yang berbeda.
Untuk diketahui, agenda sidang sengketa hasil Pilpres 2014 hari ini adalah mendengar keterangan saksi ahli dari Prabowo-Hatta, KPU, dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Masing-masing saksi ahli diberi waktu 15 menit untuk menyampaikan pendapatnya di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.