Di depan ratusan relawan dalam silaturahim nasional Rumah Koalisi Indonesia Hebat di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Senin (11/8/2014) malam, Jokowi mengungkapkan saat-saat di mana dirinya stres memikirkan elektabilitas yang terus dipepet oleh rivalnya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
"Sepuluh hari sebelum hari H posisi kita kritis. Pengamat bilang kalau yang satu (elektabilitas) naik dan yang satu turun, itu ya akan begitu terus. Ndak akan berubah," ujar Jokowi.
Faktor yang menurut Jokowi menyebabkan elektabilitasnya menurun adalah kampanye hitam. Beberapa konten black campaign yang sempat menyerang Jokowi selama kampanye antara lain menyebut Jokowi keturunan etnis Tionghoa dan beragama Kristen. Selain itu, Jokowi-JK juga disebut bakalan menghapus tunjangan sertifikasi guru dan beras miskin.
"Saya sendiri ngaku saja, sudah habis jurus, ya. Dongkrak dengan ini ndak bisa, dongkrak lagi dengan ini, ndak bisa juga," sambung Jokowi.
Allah berkehendak
Jokowi menganggap, 10 hari terakhir adalah bantuan sang pencipta, Allah SWT. Banyak momen yang dianggap Jokowi membuat keadaan berbalik dan menguntungkan kubunya. Apa saja momen-momen tersebut?
Pertama, kicauan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyebut ide Jokowi akan mengakomodasi permintaan santri bahwa 1 Muharam menjadi Hari Santri Nasional adalah sinting. Padahal, kata Jokowi, ide itu bukan muncul dari dirinya, melainkan ide dari kaum santri yang disodorkan kepadanya.
"Saya jawab saat itu, bisa saja. Nanti akan kita perjuangkan. Gara-gara itu hitung-hitungan kita mengangkat lebih dari 3 juta suara," ujar Jokowi.
Kedua, yakni perhelatan Konser Salam Dua Jari di Gelora Bung Karno. Gitaris Slank Abdee Negara adalah orang yang mencetuskan ide konser itu ke Jokowi. Jokowi pun menyetujui dengan syarat bahwa konser tersebut mampu dipenuhi oleh penonton.
Sempat tak terjawab seminggu oleh Abdee, ia langsung sepakat atas syarat yang diminta Jokowi. Hasilnya, diakui Jokowi, melebihi ekspektasi. Nyaris tidak ada ruang kosong berlebihan di dalam konser tersebut. Terlebih lagi, mereka yang datang ke konser bukan hasil mobilisasi struktur partai pengusung atau relawan. Para penonton itu juga tidak dibayar untuk datang.
"Sulitnya di situ sehingga waktu muncul di TV dan masuk koran buat orang grogi dan pada akhirnya terpengaruh untuk mengikuti kita, terutama kalangan menengah ke atas," tutur Jokowi.
Faktor ketiga adalah "gol bunuh diri" Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam debat kandidat presiden dan wakil presiden di televisi. Salah satunya adalah salah paham Hatta Rajasa atas pertanyaannya soal Kalpataru kepada Jokowi.
"Kita ndak 'gol' kan, malah 'gol bunuh diri'. Itu yang berkaitan sama Kalpataru, padahal yang dimaksudkan Adipura. Orang berpikir Jokowi itu pintar, padahal karena 'gol bunuh diri' tadi saja, jadi kelihatan pintar," seloroh dia.
Faktor terakhir, yakni gerakan luar biasa masif dari relawan yang mengampanyekan Jokowi-JK dari pintu ke pintu. Hati Jokowi tersentuh lantaran kerja relawan tidak didasarkan oleh uangnya. Mereka mencari, bahkan tak segan merogoh kocek sendiri. Aksi tersebut pun dilakukan tanpa koordinasi langsung ke Jokowi.
"Allah sudah berkehendak. Hakikatnya hanya karena Allah. Pada detik-detik terakhir, hasil di KPU terjadi lonjakan suara sebesar 8,4 juta," ujar Jokowi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.