Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Jumat, di Jakarta, mengatakan, seiring penetapan status darurat terkait ebola, itu berarti wabah sudah bukan lagi menjadi masalah negara terjangkit semata. Semua negara di dunia harus lebih waspada.
Indonesia, lanjutnya, sudah melakukan beberapa langkah pencegahan. Salah satunya penyiapan kantor kesehatan pelabuhan di pintu-pintu masuk, terutama di bandar udara. Rumah sakit yang dulu menjadi tempat rujukan penanganan flu burung juga disiapkan.
Selain itu, Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dengan level keamanan biologi tiga (biology safety level 3) telah siap dipakai untuk memeriksa jika ada pasien terduga ebola di Tanah Air.
Meski demikian, larangan bepergian ke negara terjangkit belum dilakukan. Pemerintah sebatas mengimbau masyarakat yang hendak bepergian ke negara terjangkit agar menunda keberangkatan. ”Kalau tidak mendesak, sebaiknya rencana kepergian ditunda,” kata Ghufron.
Koordinasi dengan Kementerian Agama terkait calon jemaah haji yang akan pergi ke Tanah Suci juga telah dilakukan. Ghufron menyebutkan, Pemerintah Arab Saudi tak menerbitkan visa haji bagi sekitar 7.400 calon jemaah haji dari negara terjangkit.
Ebola pertama kali dilaporkan tahun 1976 di dua tempat, yakni Nazra (Sudan) dan Yambuku di Republik Demokratik Kongo. Yambuku terletak dekat dengan Sungai Ebola sehingga penyakit itu dinamai ebola.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menyatakan, status darurat ebola bukan hal baru. Sebelumnya, Komite Darurat WHO yang menentukan apakah penyakit sudah berstatus darurat atau belum, pernah dibentuk untuk penyakit flu babi (H1N1), polio liar, dan sindrom gangguan pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV).
Secara klinis, mereka yang terinfeksi ebola mengalami gejala demam, lemas, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorok, muntah, diare, yang memicu kerusakan ginjal dan hati, serta perdarahan. Ebola tak menular lewat percikan di udara, tetapi lewat kontak langsung dengan darah, feses, dan lain-lain dari pasien. ”Dengan gejala-gejala itu, kecil kemungkinan orang terinfeksi ebola bisa bepergian dengan pesawat,” ujarnya.
Aksi global
WHO mengumumkan, wabah ebola yang melanda sebagian Afrika Barat sebagai situasi darurat kesehatan internasional. Mereka mengimbau global membantu negara-negara yang terjangkit. Keputusan itu diambil setelah dua hari sidang darurat tertutup di Geneva, Swiss.
Seiring penerapan keadaan darurat internasional, pembatasan perjalanan global mungkin diberlakukan. Hal tersebut untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran penyakit yang menewaskan hampir 1.000 orang di dunia dalam kasus terbaru itu.
Langkah WHO tersebut diambil saat otoritas kesehatan AS, Kamis lalu, mengakui, penyebaran ebola ke luar Afrika Barat ”tak terhindarkan”. Selain itu, organisasi kemanusiaan Dokter Lintas Batas (Medecins Sans Frontieres/MSF) memperingatkan, virus mematikan itu kini ”di luar kendali” dengan lebih dari 60 lokasi terjadi kejadian luar biasa.
Direktur Jenderal WHO Dr Margaret Chan mendorong adanya bantuan lebih besar bagi negara-negara paling parah terkena wabah paling kompleks dalam empat dekade itu. MSF menyebut, wabah itu tak pernah terjadi sebelumnya dalam hal distribusi geografis, jumlah orang terjangkit, dan jumlah korban tewas.
Chan mengatakan, pengumuman tersebut merupakan imbauan yang jelas untuk solidaritas internasional. Ia sadar, banyak negara mungkin tak akan mempunyai kasus ebola.
Wabah ebola tahun ini dimulai di Guinea, Maret 2014. Lalu, virus menyebar ke Sierra Leone dan Liberia. Sejumlah kasus diduga juga terjadi di Nigeria.
Belum jelas
Dampak langsung dari penetapan keadaan darurat oleh WHO itu belum jelas. Direktur Operasi MSF Dr Bart Janssens mengatakan, pernyataan WHO itu menunjukkan keseriusan badan dunia tersebut menanggapi wabah. Namun, pernyataan itu tak cukup menyelamatkan jiwa.
”Kini, dunia butuh agar pernyataan itu diterjemahkan menjadi tindakan segera di lapangan. Selama beberapa pekan, kami menegaskan perlunya respons medis, epidemiologis, dan kesehatan masyarakat besar-besaran untuk menyelamatkan jiwa dan menghentikan penyebaran wabah,” kata Janssens, dalam siaran pers.
Ebola menewaskan sedikitnya 932 orang dan menginfeksi lebih dari 1.700 orang sejak menyebar di Guinea, Maret lalu. Keadaan darurat diberlakukan di Liberia, Guinea, dan Sierra Leone.
Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf meminta warganya bersiap tak bisa menjalankan sebagian hak mereka untuk sementara. Hal itu karena negara itu memberlakukan langkah luar biasa yang diperlukan demi kelangsungan hidup masyarakat.
Obat eksperimen
Pada saat negara-negara Afrika berjuang menghadapi wabah tersebut, para ilmuwan yang menemukan virus itu pada tahun 1976 mengimbau agar obat eksperimen yang dipakai dua warga AS yang terinfeksi disediakan bagi korban-korban di Afrika. Salah satu ilmuwan, Peter Piot, Direktur London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan, negara-negara Afrika harus punya kesempatan sama memakai ZMapp, produksi Mapp Pharmaceuticals asal AS.
Hari Kamis, Spanyol menerbangkan pulang pastor berusia 75 tahun, Miguel Pajares, korban pertama wabah tersebut asal Eropa dari Liberia dalam kondisi stabil. Adapun Pemerintah AS memerintahkan keluarga staf Kedutaan Besar AS di Liberia dipulangkan ke AS agar tidak terinfeksi ebola.
Adapun tentara yang bertugas di Provinsi Grand Cape Mount, Liberia, daerah terparah wabah ebola, memblokade jalan menuju Monrovia. Parlemen Liberia meratifikasi status keadaan darurat.
(AFP/AP/REUTERS/LOK/DI/ADH)