Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Pasca Pilpres 2014

Kompas.com - 11/07/2014, 17:45 WIB


Oleh: Asep Salahudin

KOMPAS.com - Pemilu Presiden 2014 telah berlangsung relatif aman. Kerusuhan yang dibayangkan akan menghantui alhamdulillah tidak terjadi. Amuk massa hakikatnya bukan tabiat negeri kepulauan yang justru terkenal santun, gotong royong, dan ramah, seperti terpantul dari seluruh sila dalam ideologi negara dalam lambang Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang digali dari kitab Sutasoma karya Empu Tantular abad ke-14.

Kita harus berterima kasih kepada seluruh masyarakat yang dengan kesadaran tinggi telah memosisikan pilpres tidak sebagai ”perang badar”, tetapi hanya penggalan hikayat politik dalam rotasi demokrasi lima tahunan untuk memilih pimpinan nasional yang dianggap dalam memori kolektifnya mampu mempercepat takdir bangsa menemukan adabnya.

Bahkan, harus diakui, realitasnya, rakyat kecil sering kali jauh lebih dewasa dalam memaknai pemilihan umum ketimbang elite. Mereka dengan ikhlas menghentikan pekerjaannya pulang ke kampung halaman untuk sekadar masuk tempat pemungutan suara menggunakan hak pilihnya. Padahal, yang dicoblos sama sekali tidak kenal serta tidak ada kaitan kekerabatan, puak, kepentingan, apalagi kesamaan partai.

Ketika para elite masih mengklaim kemenangan dan tim sukses mereka belum menerima kekalahan, padahal banyak hasil penghitungan cepat (quick count) dengan terang merujuk pada kemenangan pasangan Joko Widodo-M Jusuf Kalla (Jokowi-JK), di lapisan bawah mereka yang berbeda pilihan sudah kembali bercengkerama dalam suasana silaturahim yang cair. Tanpa harus diungkapkan, alam kebatinan mereka sudah berbicara bahwa merajut keindonesiaan yang bersatu jauh lebih penting ketimbang sekadar sengketa pilpres.

Penyikapan

Pemenang tidak perlu jemawa, yang kalah tidak semestinya menyimpan kesumat. Kontestasi selalu hanya menyisakan dua kemungkinan: dia yang diberi kesempatan dan atau yang belum saatnya sejarah berpihak kepadanya. Festivalisasi senantiasa berujung pada hal itu. Bahkan, boleh jadi kekalahan lebih utama karena di seberangnya tersedia kesempatan melakukan refleksi secara utuh tentang seluruh jalan hidup yang telah dijalaninya.

Orang arif sering menyebut kekalahan sebagai modal rohaniah untuk menyelam menemukan permata di medan lautan sepi yang tidak pernah dirasakan orang lain yang tidak bertarung. Apalagi, dirasakan orang lain yang bergabung dengan nawaitu sesaat hanya sekadar ingin masuk bagian dari kabinet, menjadi "menteri senior", memburu rente, ataupun menikmati popularitas.

Kekalahan sebagai jalan politik menuju keutamaan. Bukankah justru di tangan seorang Siddhartha Gautama, kekuasaan yang telah berada di genggaman itu malah ditanggalkan demi memburu ketenangan batin menyingkir dari pusat kekuasaan terpekur di bawah pohon bodis demi menyambut datangnya terang fajar pencerahan.

Sejarah lain mencatat. Imam Ali, seorang tokoh politik dalam pemilihan jabatan luhur kekhalifahan, ternyata memilih rute senyap memberikan contoh kiprahnya yang lebih mengunggulkan etika ketimbang terus mengatur siasat memburu kursi dan menebar ketakutan kepada khalayak. Walaupun, sikapnya yang seperti ini pada akhirnya membuat kekuasaannya secara de facto terlepas berpindah ke tangan Muawiyah.

Bahkan, dirinya sendiri secara tragis harus menjadi martir dari para pihak yang kecewa atas pilihan moderat politiknya: mati di tangan separatis Khawarij yang dahulu konstituennya, tetapi telah berbalik haluan berkiblat kepada ekstremisme menganggap liyan sebagai kafir, memandang ”mereka” yang tidak berhukum kepada firman Tuhan sebagai ”bidah” terkutuk yang harus dilenyapkan.

Imam Ali dengan penuh kesadaran mengajarkan ihwal moralitas politik, tentang "yang politik" (maslahat) harus melampaui "politik" (muslihat), tentang pembedaan (istilah Zizek) antara "politik nalar" dan "politik durjana" (a specifically political rationality and a specifically political evil). Imam Ali menginjeksikan keniscayaan berpolitik dengan akal sehat.

Politik harian

Setelah pemilu legislatif dan pilpres secara langsung diselesaikan dengan ongkos politiknya yang sangat mahal yang dibayarkan dari pajak rakyat, sudah semestinya agenda selanjutnya para terpilih itu berterima kasih kepada segenap rakyat, baik yang memilihnya maupun yang tidak memilihnya.

Caranya adalah, pertama, bekerja keras berkhidmat untuk kepentingan bersama. Kedua, membuat regulasi yang menempatkan masyarakat sebagai subjek utama dalam seluruh tata kelola pemerintahan. Ketiga, menanggalkan atribut keburukan yang melekat dalam birokrasi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Airlangga Yakin Terpilih Kembali Jadi Ketum Golkar Secara Aklamasi

Airlangga Yakin Terpilih Kembali Jadi Ketum Golkar Secara Aklamasi

Nasional
Diberi Tugas Maju Pilkada Banten, Airin Ucapkan Terima Kasih ke Airlangga

Diberi Tugas Maju Pilkada Banten, Airin Ucapkan Terima Kasih ke Airlangga

Nasional
PKS: Pasangan Sohibul Iman untuk Pilkada Jakarta Tunggu Koalisi Terbentuk

PKS: Pasangan Sohibul Iman untuk Pilkada Jakarta Tunggu Koalisi Terbentuk

Nasional
Optimalkan Pengelolaan, Kemenag Siapkan Peta Jalan Zakat Nasional 2025-2045

Optimalkan Pengelolaan, Kemenag Siapkan Peta Jalan Zakat Nasional 2025-2045

Nasional
Golkar Tugaskan Airin Rachmi Diany jadi Calon Gubernur Banten

Golkar Tugaskan Airin Rachmi Diany jadi Calon Gubernur Banten

Nasional
PP KPPG Dukung Airlangga Hartarto Kembali Jadi Ketum Partai Golkar

PP KPPG Dukung Airlangga Hartarto Kembali Jadi Ketum Partai Golkar

Nasional
Usung La Nyalla, Nono, Elviana, dan Tamsil, Fahira Idris: DPD Butuh Banyak Terobosan

Usung La Nyalla, Nono, Elviana, dan Tamsil, Fahira Idris: DPD Butuh Banyak Terobosan

Nasional
VoB Bakal Sampaikan Kritik Genosida Hingga Lingkungan di Glastonbury Festival

VoB Bakal Sampaikan Kritik Genosida Hingga Lingkungan di Glastonbury Festival

Nasional
La Nyalla Sebut Amendemen UUD 1945 Jadi Prioritas DPD

La Nyalla Sebut Amendemen UUD 1945 Jadi Prioritas DPD

Nasional
La Nyalla Akan Ajak Prabowo Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

La Nyalla Akan Ajak Prabowo Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Puluhan Anggota DPD Dukung La Nyalla Jadi Ketua Meski Suara Komeng Lebih Banyak

Puluhan Anggota DPD Dukung La Nyalla Jadi Ketua Meski Suara Komeng Lebih Banyak

Nasional
Kemensos Bantah Bansos Salah Sasaran, Klaim Data Diperbarui Tiap Bulan

Kemensos Bantah Bansos Salah Sasaran, Klaim Data Diperbarui Tiap Bulan

Nasional
Digitalisasi dan Riset Teknologi, Kunci Utama Kinerja Positif Pertamina Sepanjang 2023

Digitalisasi dan Riset Teknologi, Kunci Utama Kinerja Positif Pertamina Sepanjang 2023

Nasional
Kaget PDI-P Ingin Usung Anies, Ketua Nasdem Jakarta: Wow, Ada Apa Nih?

Kaget PDI-P Ingin Usung Anies, Ketua Nasdem Jakarta: Wow, Ada Apa Nih?

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Patuhi Jadwal Kepulangan ke Tanah Air

Jemaah Haji Diimbau Patuhi Jadwal Kepulangan ke Tanah Air

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com