JAKARTA, KOMPAS.com — Jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, Allan Nairn, baru mengambil langkah paling berisiko dalam praktik jurnalistik dengan membuka wawancara "off the record"-nya dengan Prabowo Subianto pada 2001 silam menjelang pemungutan suara pada 9 Juli mendatang.
Padahal, Prabowo sudah sempat maju sebagai calon wakil presiden bersama Megawati Soekarnoputri pada Pilpres 2009. Apa alasan Allan baru mengungkap percakapannya itu sekarang?
“Saat itu (Pilpres 2009) beliau cawapres, dia bukan calon presiden. Dia bukan sedang naik sebagai calon presiden Indonesia,” kata Allan dalam diskusi di Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Allan menuturkan, pada tahun 2009, dia mendengarkan banyak suara yang mengatakan bahwa Megawati-Prabowo sulit untuk menang. Kondisi itu, sebut Allan, sangat berbeda dengan kondisi saat ini, ketika Prabowo sangat mungkin memenangkan pemilu presiden.
“Pemilu sekarang sudah terlihat bahwa memang ada kemungkinan dia bisa menjadi presiden Indonesia. Jadi saya pikir, oke saya harus buat dulu karena saya merasa ada tanggung jawab untuk cerita soal ini,” imbuh Allan.
Jurnalis yang pernah memenangkan Robert F Kennedy Memorial First Prize untuk peliputan kasus pembantaian warga sipil di Timor Leste pada tahun 1991 itu mengaku terlebih dulu menimbang keputusannya untuk membuka sosok Prabowo ke publik.
Akhirnya, Allan memutuskan melanggar kode etik yang selama ini dipegangnya itu untuk memberikan informasi kepada publik mengenai sosok Prabowo.
“Saya tahu ini soal serius, tidak sebaiknya proteksi anonimitas dicabut. Saya harus timbang, di sini ada masalah itu (etika), sementara di sini ada masalah lebih besar. Sebaiknya, biar rakyat Indonesia mendapatkan akses informasi mengenai calon presidennya. Di sisi lain, sumber anonim biasanya untuk melindungi rakyat kecil yang terancam bahaya. Saya melihat, Prabowo tidak di posisi itu,” kata Allan.
Nama Allan Nairn mulai kembali diperbincangkan di Tanah Air setelah keputusannya membuka wawancara off the record dengan Prabowo yang dilakukan pada Juni dan Juli 2001. Allan menceritakan soal sikap Prabowo yang menilai Indonesia tidak siap menghadapi demokrasi, keinginan Prabowo untuk disebut sebagai diktator fasis, hingga kedekatan Prabowo dengan militer, intelijen, dan pengusaha besar Amerika Serikat.
Sebelumnya, Koordinator Prabowo Media Center, Budi Purnomo Karjodihardjo, sudah membantah pernyataan Allan. Pernyataan Allan dianggap sebagai kampanye hitam yang terkoordinasi oleh sekelompok jurnalis asing yang tidak menghendaki Prabowo menjadi presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.