Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Prabowo Bantah Jurnalis AS Allan Nairn soal Pernyataan Lecehkan Gus Dur

Kompas.com - 26/06/2014, 08:19 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Koordinator Prabowo Media Center, Budi Purnomo Karjodihardjo, membantah tulisan jurnalis investigasi Amerika, Allan Nairn, yang mengatakan Prabowo pernah membuat pernyataan yang melecehkan Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

"Pernyataan Allan Nairn adalah bagian dari black campaign yang terkoordinasi oleh sekelompok jurnalis asing yang tidak menghendaki Prabowo menjadi presiden," kata Budi Purnomo, di Rumah Polonia, Jakarta, Kamis (26/6/2014).

Budi mengatakan, Prabowo sangat menghormati Gus Dur. "Prabowo sangat menghormati Gus Dur dan tidak pernah sekali pun dalam hidupnya, dalam konteks apa pun, mengucapkan kata-kata yang merendahkan martabat Gus Dur," ujar Budi.

Selain tulisan Allan, Budi juga menanggapi tulisan seorang jurnalis majalah TIME yang menyebut kampanye yang dilakukan musisi pendukung Prabowo, Ahmad Dhani, sebagai kampanye politik terburuk yang pernah ada. Dhani dikritik karena dalam klip video lagu yang diciptakannya untuk Prabowo, ia mengenakan seragam mirip pemimpin Nazi.

Dalam artikel tanggal 25 Juni 2014 berjudul "One of the Worst Pieces of Political Campaigning Ever", jurnalis Yenni Kwok menulis, "Semoga Indonesia tidak pernah mengetahui (kepemimpinan Prabowo sebagai presiden)."

Budi menuding ada upaya untuk menjatuhkan citra Prabowo dengan segala isu karena dunia Barat tidak ingin Indonesia dipimpin oleh mantan Danjen Kopassus itu. "Mereka lebih senang Indonesia tetap tertinggal negara-negara Asia lainnya dan juga negara-negara Barat," kata Budi.

Tulisan Allan Nairn

Allan Nairn, jurnalis senior yang sudah mengantongi penghargaan di dunia internasional karena berbagai karyanya, mem-posting tulisan di blog pribadinya, www.allannairn.org, pada 22 Juni 2014. Tulisan berjudul "Do I Have Guts," Prabowo Asked, "Am I Ready To Be Called A Fascist Dictator?", berisi wawancara Allan dengan Prabowo. Wawancara itu bersifat off the record. Namun, Allan mengaku, ia membuka dokumen wawancaranya dengan Prabowo pada Juni dan Juli 2001.

"Namun, karena saat ini Prabowo nyaris merebut kekuasaan, saya kembali memeriksa catatan-catatan wawancara saya. Saya jadi sadar bahwa apa yang ia katakan pada waktu itu menjadi relevan pada saat ini," kata Allan, dalam tulisannya.

Saat wawancara dilakukan, Allan tengah menyelidiki sejumlah kasus pembunuhan yang terjadi baru-baru itu. Prabowo, kata Allan, berbicara tentang fasisme, demokrasi, kebijakan membunuh dalam tubuh TNI/ABRI, serta hubungan antara dirinya dan Pentagon dan Intelijen Amerika yang sudah berlangsung lama dan tertutup.

Menurut Allan, ia telah mencoba menghubungi Prabowo untuk meminta izin mengungkapkan komentar-komentarnya di muka publik. "Saya tidak mendapat balasan dan saya pun memutuskan untuk meneruskan rencana tersebut. Saya pikir kerugian yang saya hadapi ketika melanggar anonimitas yang saya janjikan ke Prabowo tidak sebanding dengan kerugian yang lebih besar jika rakyat Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara tanpa mengetahui fakta-fakta penting yang selama ini tidak bisa mereka akses," kata Allan.

Berikut bagian tulisan Allan mengenai wawancaranya dengan Prabowo tentang Gus Dur.

Saat itu, dua tahun setelah Soeharto jatuh, Indonesia memiliki presiden sipil.

Abdurrahman Wahid, dikenal sebagai Gus Dur, adalah seorang ulama yang secara hukum dinyatakan buta.

Militer Indonesia merongrong otoritas Presiden Gus Dur. Salah satu cara yang mereka tempuh adalah memfasilitasi serangan-serangan teror antar-etnis/agama di Maluku. Tiga minggu setelah pertemuan kedua saya dengan Prabowo, Gus Dur diberhentikan dan digulingkan dari kursi presiden.

Kini Gus Dur sering kali dikenang dengan sukacita. Bahkan, kampanye Prabowo pun memanfaatkan rekaman video pembicaraan Gus Dur.  

Namun, dalam perbincangan tersebut, di hadapan saya Prabowo tak henti-hentinya mengecam Gus Dur dan demokrasi.

"Indonesia belum siap untuk demokrasi," kata Prabowo. "Di negara kami ini masih ada kanibal, masih ada kerumunan yang bikin rusuh."  [“Indonesia is not ready for democracy,” Prabowo said. “We still have cannibals, there are violent mobs.”].

Indonesia perlu, lanjut Prabowo, "rezim otoriter yang jinak" [“a benign authoritarian regime”]. Ia mengatakan bahwa keragaman etnis dan agama adalah penghalang demokrasi.

Mengenai Gus Dur, Prabowo mengatakan:

"Militer pun bahkan tunduk pada presiden buta! Bayangkan! Coba lihat dia, bikin malu saja!" [“The military even obeys a blind president! Imagine! Look at him, he’s embarrasing!”].

"Lihat Tony Blair, Bush, Putin. Mereka muda, ganteng—dan sekarang presiden kita buta!" [“Look at Tony Blair, Bush, Putin. Young, ganteng (handsome)--and we have a blind man!”].

Prabowo menginginkan sosok yang berbeda.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com