Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elza Syarief: DKP Tidak Dapat Jadi Referensi Prabowo Bersalah

Kompas.com - 23/06/2014, 12:51 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara dan sekaligus salah seorang pendiri Partai Hanura, Elza Syarief, menilai, Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tidak dapat menjadi referensi untuk menyatakan mantan Panglima Kostrad Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto bersalah dalam kasus penculikan terhadap aktivis 1997/1998.

Menurut Elza, tugas DKP hanya sebatas memberikan rekomendasi. "Kalaupun rekomendasi DKP yang beredar saat ini adalah benar, hal tersebut tidak dapat dijadikan referensi karena DKP bukanlah pengadilan," kata Elza di Rumah Polonia, Senin (23/6/2014).

Kendati demikian, Elza mengatakan, rekomendasi DKP tersebut telah gugur dengan adanya putusan pengadilan Nomor PUT 25-16/K-AD/MMT-II/IV/19 dan Keppres Nomor 62/ABRI/1998 yang ditandatangani oleh Presiden BJ Habibie saat itu.

"Seandainya benar Prabowo telah melakukan tindak pidana penculikan, mengapa DKP tidak merekomendasikan agar Prabowo disidangkan di Mahkamah Militer untuk mendapatkan putusan dan kepastian hukum," ujarnya.

Lebih jauh, ia menyayangkan pernyataan mantan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI Wiranto yang menyebut Prabowo bersalah dalam kasus tersebut. Sebagai seorang doktor dan ahli ilmu hukum, Wiranto, lanjut Elza, seharusnya mengerti bahwa setiap orang tidak dapat dan tidak berwenang menyatakan seseorang bersalah. "Kecuali melalui putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang menyatakan hal tersebut," tandasnya.

Sebelumnya, Wiranto kembali berbicara soal siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus penculikan aktivis pada tahun 1997/1998. Wiranto menunjuk mantan Panglima Kostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto yang paling bertanggung jawab lantaran mengambil inisiatif sendiri melakukan aktivitas penculikan.

Wiranto menjelaskan, kasus penculikan aktivis ini terjadi pada Desember 1997-Maret 1998. Saat itu, kata Wiranto, Panglima ABRI masih dijabat Feisal Tanjung. Dia sempat bertanya kepada Feisal apakah pernah memberikan perintah melakukan penculikan terhadap aktivis dan melakukan tindakan yang represif. Ketika itu, sebut Wiranto, Feisal menyatakan bahwa ia tidak pernah memberikan perintah seperti itu.

Menurut Wiranto, setelah dirinya menggantikan Feisal, perintah ABRI dijalankan dengan cara persuasif, dialogis, dan komunikatif. Cara kekerasan hanya bisa dilakukan dalam keadaan terpaksa dan atas perintah Panglima ABRI.

"Tidak ada kebijakan dari pimpinan TNI yang ekstrem waktu itu untuk memerintahkan penculikan. Saat saya tanyakan, ke mana dan kenapa melakukan itu, saya yakin bahwa itu dilakukan atas inisiatif sendiri, atas analisis keadaan yang berlaku saat itu. Hasil analisis pribadi, bukan perintah Pangab atau atasan beliau," kata Wiranto.

Wiranto mengaku perlu membuka hal ini lantaran banyak pembenaran yang terjadi atas peristiwa penculikan aktivis itu. Dia pun menegaskan, dirinya tidak terlibat dalam penculikan yang dilakukan Prabowo. Saat menjabat Panglima ABRI, Wiranto mengaku justru berusaha mengusut peristiwa kelam itu.

Berdasarkan catatan Kontras, sebanyak 23 orang aktivis dihilangkan ketika itu. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang hingga kini. Dari sembilan orang yang dilepaskan itu, ada yang bergabung bersama Prabowo ke Partai Gerindra, yakni Desmond Junaidi Mahesa dan Pius Lustrilanang. Atas peristiwa itu, TNI membentuk Dewan Kehormatan Perwira yang diketuai Kepala Staf Angkatan Darat saat itu, Jenderal (Purn) Subagyo HS. Hasil penyelidikan DKP, Prabowo dinyatakan bersalah lantaran tidak menaati perintah komando. Prabowo pun diberhentikan dari keprajuritan atas kasus ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com