"Gimana kita mau melapor, namanya juga sejenis kampanye hitam. Yang mengedarkan saja kita tidak tahu. Mau melaporkan siapa?" ujar Mahfud, di markas pemenangan Prabowo-Hatta, Rumah Polonia, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Rabu (11/6/2014).
Mahfud mengatakan, bocornya surat DKP ini seharusnya sudah ditangani oleh pihak kepolisian karena sudah mengetahui tentang bocornya surat tersebut. Saat ini, yang perlu dilakukan oleh polisi adalah mencari pelakunya.
Menurut Mahfud, timnya tidak akan mendesak TNI untuk mengusut bocornya surat DKP tersebut. Meskipun merasa dirugikan, Mahfud merasa bocornya surat ini tidak perlu ditanggapi dengan serius. "Tidak ada gunanya juga ngelaporin. Tidak pernah ada manfaatnya juga," ujar Mahfud.
Surat yang disebut sebagai keputusan DKP beredar luas di media sosial. Dalam surat tersebut tertulis bahwa keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998 terkait kasus Prabowo. Dalam dokumen yang beredar, surat berklasifikasi rahasia itu ditandatangani para petinggi TNI kala itu. Di antaranya, Subagyo HS sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J Kumaat, Fachrul Razi, dan Yusuf Kartanegara.
Dalam empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI. Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara.
"Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka Perwira Terperiksa atas nama Letnan Jenderal Prabowo Subianto disarankan dijatuhkan hukum administrasi berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan," demikian isi surat tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.