Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Surat DKP, Kubu Prabowo-Hatta Tuding Ada yang Ingin Perburuk Suasana

Kompas.com - 11/06/2014, 12:15 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Tim kampanye pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menganggap beredarnya surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) sebagai kampanye hitam untuk menjatuhkan Prabowo dalam pemilu presiden mendatang. Apa pun isi surat tersebut, Prabowo tetap dianggap diberhentikan dengan hormat dari ABRI.

"Apa pun poinnya, seribu pun poinnya yang disebutkan, tetapi akhir keputusan Dewan Kehormatan Perwira adalah memberhentikan dengan hormat. Jangan lagi direkayasa. Ini saya kira usaha-usaha untuk memperburuk suasana, kampanye hitam," ucap juru bicara pasangan Prabowo-Hatta, Mayjen (Purn) Sudrajat, dalam wawancara dengan Kompas TV, Selasa (10/6/2014) malam.

Hal itu disampaikan Sudrajat dalam menanggapi pernyataan mantan Wakil Panglima ABRI, Letnan Jenderal (Purn) Fachrul Razi, yang membenarkan substansi surat keputusan DKP yang beredar luas di media sosial itu. (Baca: Pimpinan DKP Benarkan Surat Rekomendasi Pemberhentian Prabowo dari ABRI).

Sudrajat berkali-kali menekankan bahwa Prabowo tidak dipecat dari kedinasan. Keputusan Presiden, kata dia, memberhentikan dengan hormat dan menghargai jasa-jasa Prabowo selama dalam militer, berdasarkan rekomendasi DKP. Mantan menantu Presiden kedua RI, Soeharto, itu juga tetap mendapatkan hak pensiun.

"Anak buahnya melakukan tindakan-tindakan yang salah dan sudah dihukum mahkamah militer. Dari situ, Pak Prabowo sebagai komandan, dia bertanggung jawab atas anak buah yang melakukan kesalahan," kata Sudrajat.

Ia lalu mempertanyakan mengapa surat keputusan DKP yang sifatnya rahasia bisa beredar di publik. Terlebih lagi, kata dia, surat itu baru keluar menjelang Pilpres 2014, dan tidak keluar ketika Pilpres 2009.

"Tentu ada pertanyaan, apakah dari Mabes TNI atau Angkatan Darat. Kalau memang keluar, siapa yang keluarin, siapa yang punya akses dokumen ini karena ini dokumen rahasia. Ini dokumen internal yang tidak perlu dikeluarkan karena Prabowo sudah masuk dalam sidang Dewan Kehormatan Perwira dan diberikan sanksi diberhentikan dengan hormat," kata dia.

Selain itu, Sudrajat menekankan, Prabowo bisa lolos sebagai peserta Pilpres 2009 dan 2014 berdasarkan keputusan KPU. "Secara hukum masyarakat tidak usah dikacaubalaukan lagi isu-isu seperti ini. Jadi, ini kasus yang diada-adakan dalam rangka kampanye," pungkas dia.

Sebelumnya, beredar surat keputusan DKP yang dibuat pada 21 Agustus 1998. Di empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI. Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara.

Pihak Mabes TNI enggan mengomentari soal beredarnya surat tersebut untuk mencegah kecurigaan publik. (Baca: Takut Disangka Berpihak, TNI Tak Mau Komentar soal Surat DKP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com