Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanye Hitam Dinilai Sudah Berlebihan

Kompas.com - 09/06/2014, 16:44 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Masa kampanye pemilu presiden tanggal 4 Juni hingga 5 Juli 2014 menjadi medan ”pertempuran” yang semakin panas untuk menghadapi pemungutan suara yang akan digelar pada 9 Juli 2014. Demi menggalang suara, bahkan kampanye hitam ditebar. Masyarakat menilai hal itu sudah berlebihan.

Bahkan, sebelum masa kampanye dimulai pun, hiruk-pikuk penggalangan dukungan rakyat ini sudah terasa oleh publik.

Salah satu fenomena yang mengemuka dalam Pilpres 2014 adalah maraknya penggunaan media sosial sebagai sarana kampanye bagi kedua pasangan capres-cawapres. Boleh dibilang, media sosial telah membuka ruang bagi pendukung kedua capres untuk melakukan pemanasan kampanye. Dengan kata lain, melalui media sosial inilah semua kelebihan dan kelemahan para capres diangkat ke ruang publik untuk dikonsumsi oleh publik.

Faktanya, materi kampanye yang disajikan melalui media sosial kebanyakan mengarah pada serangan pribadi untuk mengungkap kelemahan capres masing-masing. Di sinilah media sosial digunakan sebagai wahana untuk saling serang antarpendukung capres.

Kampanye negatif dan kampanye hitam menjadi metode utama yang digunakan untuk menyerang titik-titik kelemahan capres.

Kampanye negatif adalah bentuk kampanye yang dilakukan suatu pihak untuk menyerang lawannya dengan mengemukakan aspek negatif pihak lawan atau hal-hal yang merugikan citra lawan. Materi kampanye negatif sering kali berdasarkan fakta.

Sementara kampanye hitam adalah bentuk kampanye yang dilakukan oleh suatu pihak untuk menyerang lawannya dengan meniup isu bohong atau informasi yang sengaja diedarkan tidak berdasarkan fakta.

Mayoritas pernah dengar

Dua dari tiga responden jajak pendapat ini pernah mendengar atau mengetahui adanya kedua jenis kampanye ini menjelang pilpres. Sebagian besar responden tahu adanya kampanye negatif dan kampanye hitam dari media massa dan hanya 18,3 persen dari media sosial. Mereka yang mendengar langsung kampanye hitam atau kampanye negatif proporsinya di bawah 5 persen.

Baik kampanye negatif maupun kampanye hitam memiliki kekuatan dalam memengaruhi emosi publik. Hal ini bisa dilihat dari reaksi yang muncul ketika capres pilihan mendapat serangan dari kedua kampanye tersebut.

Namun, dari jajak pendapat ini, terungkap bahwa efek dari kampanye negatif dan kampanye hitam terhadap publik relatif kecil. Dua dari tiga responden tidak melakukan apa-apa ketika capres pilihannya diserang lewat media sosial.

Namun, ada sekitar 20 persen responden yang mengatakan akan bertindak jika capresnya dijadikan sebagai obyek dalam kampanye hitam atau kampanye negatif. Kebanyakan responden akan membela secara langsung dengan cara mendebat materi kampanye yang ditujukan kepada capres pilihannya. Bentuk tindakan lainnya adalah menyebarkan atau menulis komentar di media sosial tentang kebaikan-kebaikan capres pilihan responden.

Pola kampanye hitam dan kampanye negatif yang digunakan oleh kedua belah pihak melalui media sosial dan media massa lain memang bertujuan untuk menjatuhkan lawan politik tiap capres.

Materi-materi kampanye berupa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) serta rekam jejak calon yang tendensius menjadi isu dominan ketimbang mengkritisi gagasan, visi-misi, dan program pemerintahan capres. Dengan kata lain, materi kampanye hitam dan kampanye negatif memang diarahkan untuk menyerang pribadi capres.

Sudah berlebihan

Menghadapi fenomena maraknya kampanye hitam, 38,5 persen responden mengatakan kampanye negatif yang dilancarkan kepada para capres sekarang masih bisa ditoleransi. Sementara hampir 50 persen responden menganggap serangan-serangan kepada pribadi para capres yang dilakukan melalui kampanye hitam sudah berlebihan.

Artinya, kampanye hitam yang tumbuh subur pada masa pra-kampanye akan meninggalkan kesan buruk di dalam pikiran rakyat tentang calon pemimpin bangsa sebelum mereka menentukan pilihan. Kebebasan dalam menyampaikan materi kampanye yang terkesan kebablasan juga berpotensi menyulut kebencian, baik terhadap capres maupun antarpendukung capres. Situasi inilah yang membuat kampanye hitam harus dikontrol untuk menyelamatkan seluruh komponen bangsa ini dari sentimen-sentimen negatif pilpres.

Dari jajak pendapat juga terungkap, tingkat ketertarikan publik terlibat dalam kampanye pilpres relatif rendah. Dua dari tiga responden mengaku tidak tertarik mengikuti kampanye, bahkan untuk kampanye yang diselenggarakan capres pilihan mereka.

Hanya 30 persen responden yang antusias terhadap kampanye pilpres. Responden yang antusias mayoritas menjawab akan mengikuti kampanye melalui pemberitaan media massa dari media cetak dan elektronik.

Sisanya adalah responden yang akan menghadiri secara langsung dalam kampanye-kampanye terbuka yang menghadirkan capres pilihan mereka.

Antusiasme responden itu ternyata dilandasi rasa ingin tahu mereka terhadap visi-misi dan sosok para capres. Jumlah responden yang tertarik mengetahui lebih jauh visi-misi capres pilihan mereka selama masa kampanye ini 41,4 persen. Sementara responden yang tertarik dengan sosok capres sebesar 37,9 persen.

Bawa dampak

Kampanye hitam atau kampanye negatif yang sejatinya bertujuan mendiskreditkan lawan politik sudah pasti akan membawa dampak panjang bagi para capres dan pendukungnya.

Fenomena saling serang dengan kampanye hitam ini bisa mengancam kehidupan bersama bangsa Indonesia. Ini karena isu SARA yang diangkat sebagai materi kampanye menyinggung secara langsung realitas kehidupan bersama bangsa Indonesia. Masyarakat akan terbelah ke dalam kelompok berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

Masyarakat khawatir

Ancaman ini juga dirasakan oleh publik. Jajak pendapat kali ini merekam kekhawatiran responden bahwa kampanye hitam atau kampanye negatif akan mengancam kerukunan hidup di masyarakat.

Lebih dari separuh bagian (55,5 persen) responden khawatir kampanye hitam yang dilakukan menyerang para capres bisa mengancam keamanan selama proses pemilihan presiden berjalan. Secara emosional, kampanye hitam juga berpotensi memicu kebencian antarpendukung capres. Sebagian besar (61,6 persen) responden khawatir dengan hal ini.

Bahkan lebih jauh, 64,0 persen responden menuturkan, kampanye hitam yang kian gencar dilakukan bisa memicu konflik terbuka antarpendukung capres. Jika ini yang terjadi, tidak mustahil konflik ini akan melebar dan bisa memicu gejolak politik yang lebih besar lagi.

Lebih dari separuh bagian (58,3 persen) responden khawatir kampanye hitam bisa mengancam persatuan bangsa.

Kekhawatiran ini mencuat karena isu-isu yang diangkat dalam kampanye hitam sudah melibatkan sentimen-sentimen kelompok yang berbasis pada rasa primordial dan fanatisme kepada capres.

Sentimen primordial yang negatif akan memicu kebencian terhadap kelompok tertentu. Jika kampanye hitam dibiarkan terus tanpa kontrol, efeknya akan panjang dan berdampak pada rusaknya sendi-sendi persatuan bangsa Indonesia. (Sultani/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com