Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden SBY Minta Dubes RI Kembali Aktif di Australia

Kompas.com - 12/05/2014, 20:25 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Duta Besar RI untuk Australia, Najib Riphat Kesoema, untuk kembali bertugas di Canberra, Australia. Hal ini menyusul penilaian pemerintah Indonesia yang menganggap hubungan dengan Australia kembali mencair meski dinyatakan belum pulih sepenuhnya.

Keputusan mengembalikan Duta Besar Najib juga menyusul telepon Perdana Menteri Australia Tony Abbott kepada Presiden SBY pekan lalu.

“Sudah diinstuksikan (kembali ke Australia) dalam rentang waktu 1 bulan ini,” ujar Staf Khusus Kepresidenan bidang Hubungan Luar Negeri, Teuku Faizasyah, saat dihubungi, Senin (12/5/2014).

Faiz menuturkan, hubungan Indonesia-Australia saat ini sudah lebih membaik sehingga Presiden SBY mengizinkan duta besar kembali ke tempat bertugasnya. Salah satu indikator semakin baiknya hubungan itu, kata Faiz, adalah adanya komitmen Australia bernegosiasi dengan Indonesia terkait code of conduct hubungan antara dua negara.

“Bapak Presiden waktu itu menggaris bawahi bahwa harus ada suatu code of conduct, pascainsiden penyadapan. Ini kemudian dalam proses evaluasi, kami mencatat kemajuan dari sisi pembahasan kedua menlu (menteri luar negeri). Saya tidak terlalu tahu apa yang dilaporkan menlu soal teks dalam negosiasi itu,” kata Faiz.

Dia mengatakan, keberadaan duta besar juga diperlukan untuk menuntaskan pembicaraan code of conduct kedua negara. Setelah code of conduct rampung, Faiz menjelaskan, pemerintah Indonesia akan kembali mengkaji pembekuan kerja sama yang dilakukan sebelumnya seperti dalam bidang militer dan penanganan patroli bersama.

Faiz tak menampik keputusan Presiden SBY ini terkait dengan percakapan antara SBY-Abbott melalui telepon pekan lalu. Komunikasi itu dilakukan di sela-sela acara Open Government Partnership yang tak dihadiri Abbott di Bali.

“Di samping Presiden menerima laporan dari Menlu. Telepon itu bisa dilihat sebagai proses menuju normalisasi hubungan. Dengan telepon itu, ada itikad kuat dari pihak Australia untuk menuntaskan persoalan-persoalan itu,” katanya.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia memanggil Duta Besar RI dari Australia pada bulan November 2013. Hal itu menyikapi pemberitaan penyadapan telepon Presiden SBY dan sejumlah pejabat Indonesia oleh Pemerintah Australia. Pemerintah juga mengkaji ulang seluruh kerja sama yang selama ini telah dibangun kedua negara.

Menurut laporan sejumlah media asing, badan mata-mata Australia telah berusaha menyadap telepon Presiden SBY dan istrinya, Ani Yudhoyono, serta sejumlah menteri dalam kabinet SBY.

Sejumlah dokumen rahasia yang dibocorkan whistleblower asal AS, Edward Snowden, yang berada di tangan Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan harian Inggris The Guardian, menyebut nama Presiden SBY dan sembilan orang di lingkaran dalamnya sebagai target penyadapan pihak Australia.

Dokumen-dokumen itu menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik Australia, Defence Signals Directorate, melacak kegiatan SBY melalui telepon selulernya selama 15 hari pada Agustus 2009, saat Kevin Rudd dari Partai Buruh menjadi Perdana Menteri Australia.

Daftar target penyadapan juga mencakup Wakil Presiden Boediono, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Juru Bicara Presiden untuk Urusan Luar Negeri, Menteri Pertahanan, serta Menteri Komunikasi dan Informatika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com