Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Bogor, Pesaing Terkuat Suryadharma Ali Itu, Ditahan KPK...

Kompas.com - 09/05/2014, 10:58 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis

JAKARTA KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Bogor Rachmat Yasin sebagai tersangka, Kamis (8/5/2014) malam. Tak hanya menjadi "letupan" di ranah hukum, penangkapan Yasin ternyata berdampak hingga ke dunia politik.

Yasin diciduk tim penyidik KPK di kediamannya di Perumahan Yasmin Sektor II, Kota Bogor, Rabu (7/5/2014) malam. Ketua DPW Jawa Barat Partai Persatuan Pembangunan ini diduga terlibat suap terkait izin rancangan umum tata ruang di kawasan Bogor-Puncak-Cianjur.

Sesaat sebelum penangkapan Yasin, penyidik lembaga "anti-rasuah" itu menangkap anak buah Yasin, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Muhammad Zairin dan pegawai PT BJA Franciskus Xaverius Yohan Yhap.

Ketua KPK Abraham Samad, saat jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, mengatakan, penyidik KPK menemukan uang tunai Rp 1,5 miliar saat menangkap Yasin. KPK juga menduga, sebelumnya Yasin menerima uang Rp 3 miliar. Dengan demikian, total suap diduga mencapai Rp 4,5 miliar.

Tertangkapnya Yasin sontak membuat PPP terkejut. "Begitu mendengar kabar tertangkapnya Yasin, para pengurus DPP langsung melakukan doa bersama agar Yasin diberikan ketabahan," kata Wakil Sekjen DPP PPP Syaifullah Tamliha, Kamis.

Selain itu, Syaifullah juga menyatakan, partainya siap memberikan bantuan hukum kepada Yasin untuk menghadapi persidangan kelak. Namun, diberikan atau tidaknya bantuan hukum itu akan tergantung pada permintaan Yasin.

The Future Leader PPP

Nama Yasin mencuat ketika PPP terjerembab dalam konflik internal partai beberapa waktu lalu. Pemicu konflik ditengarai akibat kedatangan tiba-tiba Ketua Umum DPP Suryadharma Ali di tengah orasi bakal calon presiden Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto, dalam masa kampanye di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (23/3/2014).

Menanggapi manuver Suryadharma, Yasin menjadi satu dari 26 DPW PPP yang menyatakan mosi tidak percaya kepada Suryadharma selaku ketua umum. Mereka meminta Suryadharma mengklarifikasi kedatangannya yang mengejutkan dalam kampanye akbar Gerindra.

Mosi tidak percaya itu pun dibalas Suryadharma dengan pemecatan terhadap Yasin dan kawan-kawan. Mereka yang dipecat adalah Waketum PPP Suharso Monoarfa beserta empat ketua DPW PPP termasuk Yasin, serta Sekjen DPP PPP Romahurmuziy alias Romy.

Aksi ini pun dibalas Yasin dan rekan-rekannya dengan memberhentikan sementara Suryadharma sebagai ketua umum partai. Pemberhentian dilakukan melalui rapat pimpinan nasional yang segera direspons menteri agama itu sebagai "rapimnas liar". Waketum DPP PPP Emron Pangkapi didapuk menjadi ketum interim.

Kisruh internal PPP itu juga membuat Ketua PPP DKI Jakarta Abraham Lunggana atau yang dikenal dengan sapaan Haji Lulung ikut campur. Di kantor DPP PPP, Lulung sempat bersitegang dengan Yasin dan menuding Yasin berambisi menjadi ketua umum.

"Ini Rachmat Yasin cuma mau jadi ketua umum. Mau jadi ketua umum kok caranya seperti itu," kata tokoh Betawi yang juga Wakil Ketua DPRD DKI itu di "markas Diponegoro". Namun, konflik itu berujung damai. Posisi Suryadharma sebagai ketum dipulihkan, meski masa jabatannya dipangkas setahun lebih cepat menjadi Oktober 2014 dengan percepatan muktamar.

Nama Yasin memang disebut-sebut sebagai kandidat terkuat untuk bersaing dengan Suryadharma memperebutkan kursi ketua umum dalam muktamar yang sedianya diselenggarakan paling lambat sebulan setelah Pemilu Presiden 2014.

Karenanya, Waketum DPP PPP Achmad Dimyati Kusumah pun mengaku, partainya tak menyangka Yasin dijerat KPK. "Beliau termasuk kader yang potensial dan cerdas, serta calon ketua umum PPP pada masa depan," kata anggota komisi III DPR itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com