Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Mahfud Cawapres Ideal, tetapi Kurang Dukungan

Kompas.com - 27/04/2014, 17:11 WIB
Meidella Syahni

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, menilai bahwa Mahfud MD adalah calon wakil presiden yang paling ideal dan cocok dipasangkan dengan semua calon presiden. Menurut Emrus, Mahfud bahkan punya peluang besar untuk menyaingi calon presiden dari PDI-P, Joko Widodo.

"Tapi jika ia maju sebagai capres, syaratnya harus didukung semua partai nasionalis dan partai di luar PDI-P dan koalisinya yang sudah pasti, yakni Nasdem," ujar Emrus usai merilis hasil riset Emrus Corner, Minggu (27/4/2014) di Jakarta.

Ia mengatakan, Mahfud dianggap ideal karena secara personal sosok ini relatif masih muda, jujur, dan produk reformasi yang tidak terkontaminasi masa lalu. Selain itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut juga dianggap berintegritas dalam pembangunan dan penegakan hukum serta sarat pengalaman sebagai politisi dan birokrat. Dari segi eksternal, loyalis Gus Dur ini juga dianggap salah satu vote getter Partai Kebangkitan Bangsa.

Meski demikian, Emrus menyatakan bahwa popularitas dan frekuensi pemberitaan Mahfud di media massa masih kurang. Berdasarkan riset Emrus Corner atas pemberitaan 15 media nasional sejak Februari hingga pertengahan April 2014, popularitas Mahfud sebagai cawapres berada di posisi ketiga dengan angka 18 persen. Ia masih kalah dari setelah Jusuf Kalla (34 persen) dan Priyo Budi Santoso (26 persen). Riset tersebut juga menyatakan bahwa kemampuan Mahfud masih lemah karena dianggap hanya menguasai hukum dan tidak memiliki visi pembangunan ekonomi.

Riset tersebut dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang diawali dengan analisis materi berita, dilanjutkan dengan discourse analysis. Lima belas media nasional yang menjadi sampel riset terdiri dari media elektronik, cetak ,dan online.

Berdasarkan analisis pada materi berita, dari ketiga capres yang sudah mendeklarasikan diri, Joko Widodo merupakan capres dengan frekuensi pemberitaan paling tinggi (47 persen), disusul Prabowo Subianto (31 persen), dan Aburizal Bakrie (22 persen).

Emrus Corner juga meneliti kekuatan dan kelemahan calon berdasarkan konten berita. Ketiga capres dipasangkan dengan sejumlah nama cawapres, yakni Jusuf Kalla (JK), Priyo Budi Santoso, Mahfud MD, Akbar Tanjung, Ryamizard Ryacudu, dan Luhut Panjaitan. Hasilnya, kekuatan duet Jokowi- JK diprediksi mampu menerapkan pemerintahan dengan visi ekonomi kuat berkat dukungan JK. Di sisi lain, sosok Jokowi akan menguatkan reformasi birokrasi dan mencegah potensi disintegrasi. Kelemahannya, duet ini sama-sama antiprotokoler dan Jokowi dikhawatirkan akan sungkan karena JK merupakan tokoh senior. Karakter keduanya yang suka turun ke lapangan juga dikhawatirkan akan mengabaikan internal pemerintahan.

Adapun jika Jokowi dipasangkan dengan Priyo, duet ini akan menjadi perpaduan dua tokoh muda dengan visi birokrasi yang sama. Jokowi-Mahfud MD, kata Emrus, akan kuat dalam penegakan sisi hukum dan keadilan. Representasi nahdliyin pendukung Mahfud akan membawa dukungan dari kalangan santri dan ulama. Namun, duet Jokowi-Mahfud dikhawatirkan kurang menyentuh pembangunan ekonomi dan lemah dari sisi politik luar negeri.

Wacana memasangkan Jokowi dengan Akbar Tanjung atau Ryamizard Ryacudu, juga dinilai kurang ideal. Jokowi dan Akbar dikhawatirkan akan kesulitan berbagi peran, sementara Jokowi-Ryamizard diprediksi kurang dukungan politik karena keduanya sama-sama minim pengalaman kepemimpinan nasional.

Bagaimana jika para bakal cawapres tadi dipasangkan dengan Prabowo? Duet Prabowo-JK dinilai akan sulit berkoordinasi karena keduanya berpotensi menjadi matahari kembar. Meski visi ekonomi dan reformasi birokrasi bisa menjadi kekuatan, kekurangan pasangan ini akan tampak jika terjadi konflik kepentingan antara penguasa dan pengusaha.

"Kemampuan Prabowo dalam membangun komunikasi dengan media masa juga perlu diperbaiki," kata Emrus.

Adapun pasangan Prabowo-Priyo diyakni dapat memunculkan jaminan dan ketegasan pemerintahan dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Pembagian tugas juga diprediksi dapat dilakukan dengan baik.

Prabowo-Mahfud MD dikhawatirkan juga akan menjadi matahari kembar dan minim dukungan politik meskipun keduanya akan kuat dalam ketahanan nasional dan penegakan hukum. Prabowo dinilai tidak cocok disandingkan dengan Ryamizard atau Luhut Panjaitan karena akan membentuk duo pemimpin militer.

"Untuk Aburizal Bakrie, tidak ada analisis karena elektabilitasnya yang berada di bawah Jokowi dan Prabowo, maka media jarang menyebut cawapresnya," kata Emrus.

Namun di luar hasil riset itu, Emrus menyatakan bahwa sosok Mahfud MD cukup ideal sebagai capres. Sayangnya, dukungan harus datang dari koalisi partai nasional dan partai Islam di luar PDI-P dan koalisinya, Nasdem. "Jika begitu (Mahfud jadi capres), mungkin peta politik akan berbeda saat ini," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Nasional
Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Nasional
Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Nasional
Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Nasional
Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Nasional
Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Nasional
PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo 'Giveaway'

PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo "Giveaway"

Nasional
Singgung Bantuan FBI, DPR Sebut Ada Harapan Data PDN Bisa Pulih

Singgung Bantuan FBI, DPR Sebut Ada Harapan Data PDN Bisa Pulih

Nasional
Sentil BSSN yang Sudah Prediksi Serangan Ransomware di 2024, Sukamta: Kayak Mama Lauren

Sentil BSSN yang Sudah Prediksi Serangan Ransomware di 2024, Sukamta: Kayak Mama Lauren

Nasional
Harap Pimpinan dan Dewas Baru KPK Berintegritas, Wapres: Jangan Titipan!

Harap Pimpinan dan Dewas Baru KPK Berintegritas, Wapres: Jangan Titipan!

Nasional
Grace Natalie Bantah Kabar Jokowi Sodorkan Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Grace Natalie Bantah Kabar Jokowi Sodorkan Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Kasus Pengadaan Pesawat Garuda, Soetikno Soedarjo Dituntut 6 Tahun Bui

Kasus Pengadaan Pesawat Garuda, Soetikno Soedarjo Dituntut 6 Tahun Bui

Nasional
Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo

Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo

Nasional
Lawatan ke Perancis, KSAU Tinjau Produksi Teknologi Radar GCI yang Bakal Perkuat TNI AU

Lawatan ke Perancis, KSAU Tinjau Produksi Teknologi Radar GCI yang Bakal Perkuat TNI AU

Nasional
Usul Bentuk Satgas, Sukamta: Kalau Tidak Merasa Bersalah Atas Kehilangan Data, Berarti Penyelenggara Negara Sakit

Usul Bentuk Satgas, Sukamta: Kalau Tidak Merasa Bersalah Atas Kehilangan Data, Berarti Penyelenggara Negara Sakit

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com