Setelah didekati, barulah korban mengatakan mengalami pelecehan di sekolah. Namun, kata Dwi, pernyataan serupa dalam kasus JIS itu pun tidak selalu serta-merta dapat menjadi petunjuk awal. "Dikhawatirkan, pernyataan itu hanya fantasi anak-anak," ujar dia.
Pada kondisi seperti ini, kata Dwi, psikolog anak memegang peran penting untuk memastikan cerita tersebut merupakan fantasi atau keterangan yang benar. Berikutnya, barulah pemeriksaan fisik dapat menunjang keterangan korban.
Dalam kasus JIS, petunjuk kuat diperoleh berdasarkan penyakit herpes yang tertular dari pelaku. “Iya (penyakit) itu petunjuk. Tapi tidak ada bukti. Saya rasa dengan Polda Metro yang telah menemukan petunjuk itu, maka sudah memenuhi unsur saksi. Tetapi saksi (lain adalah) petunjuk dari ibunya, suster yang mendampingi, kok kenapa ganti celana terus,” katanya.
Pengaruh lingkungan
Dwi mengatakan, secara arti kata, paedofilia berarti cinta kepada anak-anak. Namun, terjadi perkembangan sehingga istilah digunakan untuk menjelaskan prilaku psikoseksual, yaitu kondisi pelaku memiliki hasrat erotik abnormal terhadap anak-anak, baik berjenis kelamin sama maupun berbeda.
Para pelaku paedofilia, kata Dwi, pada umumnya memiliki masa lalu kelam. Mereka pada umumnya pernah menjadi korban kekerasan seksual ketika masih kecil sehingga punya trauma besar yang melekat hingga mereka dewasa.
Untuk itu, kata Dwi, perlu ada terapi khusus terhadap para korban kasus paedofilia agar mereka tak mengalami hal serupa. “Makanya terkait dengan kasus JIS ini, kami ada koordinasi dengan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) untuk melakukan konseling rehabilitasi pemulihan terhadap korban,” ujar dia.
Untuk kasus Tjandra, Rahmad mengatakan bahwa tekanan lingkungan pekerjaan diduga menjadi faktor pemicu. Sebagai manajer quality assurance di sebuah perusahaan di Surabaya dan tangan kanan pimpinan perusahaan, Tjandra harus bersentuhan dengan anak buahnya untuk memastikan pegawai tersebut memenuhi standar kualitas perusahaan atau tidak.
“Hal itu terkadang yang membuat pelaku merasa tidak nyaman dan melampiaskannya ke dalam hal lain seperti internet,” ujar Rahmad. Dari hasil pemeriksaan psikologis, imbuh dia, Tjandra diketahui punya kecenderungan tidak bisa mengendalikan emosi, introver, dan merasa inferior.
Menurut Rahmad, hasil pemeriksaan psikologis itu tak terlepas dari kehidupan masa lalu Tjandra di keluarganya. “Pelaku berupaya mencari kompensasi melalui dunia maya karena dia bisa mendapatkan superioritas dan impulsive behavior yang tidak diperolehnya di dunia nyata,” ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.