JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Pemilu Universitas Diponegoro Hasyim Asyari menilai, kasus surat suara tertukar dalam pemilu legislatif 2014 membuktikan bahwa deteksi dini terhadap masalah distribusi logistik pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih rendah.
"Kalau dilihat dari persoalan secara luas, ketika KPU Kabupaten/Kota lapor ke KPU pusat tentang surat suara yang kurang, rusak dan sebagainya, apakah ada yang lapor tentang surat suara tertukar? Kalau tidak ada, berarti deteksi dini (logsitik pemilu) kurang," ujar Hasyim di Jakarta, Rabu (16/4/2014).
Dia mengatakan, kasus surat suara tertukar memang potensial terjadi. Pasalnya, ada 77 daerah pemilihan (dapil) DPR dan 33 dapil DPD. Belum lagi dapil DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
"DPRD provinsi ada 2.008 kursi dengan 259 dapil, serta DPRD kabupaten/kota ada 16.320 kursi yang diperebutkan di 2.102 dapil. Surat suara tertukar sangat potensial terjadi. Menjadi aneh kenapa baru ketahuan saat pemungutan suara," kata Hasyim.
Meskipun begitu, Hasyim menambahkan, surat suara tertukar bisa saja disebabkan oleh kesalahan percetakan. Namun seharusnya, KPU juga memiliki standar operasional prosedur (SOP) yang diketahui oleh seluruh stake holder yang menangani logistik pemilu.
"Di mana letak distribusi dan penyortiran ada di kabupaten/kota, mestinya KPU punya SOP. Langkah-langkah muai dari produksi, mengelompokkan, sortir, mengepak. Kalaupun sudah ada, SOP-nya diikuti atau tidak?" ujar dia.
KPU mencatat sedikitnya 770 TPS yang tersebar di 107 kabupaten/kota di 30 provinsi harus menggelar pemungutan suara ulang karena surat suara tertukar pada hari pemungutan, Rabu (9/4/2014) lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.