Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hitung Cepat Bongkar Ulang Peta Politik 2014

Kompas.com - 11/04/2014, 06:59 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Namun, semua masih menunggu hasil perhitungan resmi dari KPU dan perolehan kursi DPR sebagai hasil konversi suara di pemilu legislatif. Perhitungan suara resmi jelas merupakan satu-satunya basis yang dapat dipergunakan secara sah. Adapun konversi kursi dapat menjadi alternatif daya tawar yang tak bisa diabaikan begitu saja.

Pasal 9 UU Pemilu Presiden menyatakan syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah kepemilikan dukungan 25 persen suara sah atau 20 persen kursi di DPR. Suara sah jelas sudah, tak satu pun bisa mendongkrak suara mendekati syarat minimal itu, bila merujuk data beragam hitung cepat. Bila berbasis suara, semua partai mutlak berkoalisi.

Namun, peluang lain masih datang dari "konversi kursi". "PDI-P bisa jadi akan mendapatkan suara dan jumlah kursi yang persentasenya sama," kata Presiden PKS Anis Matta saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (9/4/2014) malam. Artinya, kata dia, PDI-P masih punya kemungkinan maju mengusung sendiri pasangan calon presiden dan wakil presiden, bila suara sah yang setara kursi bisa mencapai 20 persen.

Anis pun memaparkan, untuk partai selain PDI-P dan Golkar, perolehan suara dan kursi bisa jadi masih akan sangat naik turun. "Selisih suara dan kursi, biasanya antara 3 hingga 4 persen, bisa naik maupun turun," ujar dia.

Karenanya, PKS yang di hitung cepat Kompas mendapatkan 7,02 persen pun masih bisa optimistis naik tingkat dari peringkat 7 hitung cepat, ketika suara sudah dikonversi menjadi kursi. Namun, Anis mengakui target tiga besar kemungkinan tak akan tercapai.

Menurut Anis, lokomotif koalisi pun bisa menjadi empat alternatif. Apalagi, secara mengejutkan PKB mendapatkan kenaikan besar perolehan suara. Hitung cepat Kompas mendapatkan PKB meraup 9,17 persen suara, sekalipun pada survei hanya terpotret target tertingginya tak sampai 6 persen. "Daya tawar sudah berubah. Permainan semakin seru," ujar dia sembari merujuk teori politik adalah fun game.

Koalisi partai berbasis massa Islam

Pembuktian partai politik berbasis massa Islam pun langsung memunculkan sinyalemen bakal naik pula posisi tawar partai-partai ini. Tak kurang dari Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Marzuki Alie, menyebut partai politik berbasis massa Islam sebagai gadis cantik yang siap dilamar. (Baca: tulisan berjudul pernyataan Marzuki itu).

Anis mengatakan hasil hitung cepat ini memperlihatkan peta politik Indonesia saat ini memasuki fase merata. "Flat. Tak ada yang dapat suara melejit di atas 20 persen. Semua menjadi partai papan tengah," sebut dia.

Keyakinan bahwa partai politik berbasis massa Islam akan menjadi kunci penentu koalisi juga disampaikan Wakil Ketua Umum PAN Dradjad Hari Wibowo. "Selain PDI-P, semua partai butuh tambahan suara. Tambahan itu ada di jajaran partai yang suaranya di bawah 10 persen, yang mayoritas adalah partai dengan basis massa Islam," papar dia.

Seperti halnya Anis, Dradjad pun berkeyakinan perolehan kursi beberapa partai juga akan melampaui perolehan suara. Sebaliknya partai yang saat ini mendapatkan suara cukup tinggi masih terancam berkurang persentase perolehan kursinya. "Ini soal sebaran dan harga kursi di tiap daerah pemilihan," ujar dia sembari menyebutkan PAN masih optimistis mewujudkan target 10 persen kursi DPR.

Baik Anis maupun Dradjad tak yakin koalisi akan dibangun sendiri oleh kalangan partai politik berbasis massa Islam. Kemungkinan tetap ada, tetapi keduanya berkilah saat ini fokus partai masih pada hasil akhir perolehan suara dan konversi kursi. Justru Ketua DPP PKB Marwan Jafar yang tegas mengatakan, "Impossible."

Marwan mengatakan bahkan tak semua orang Islam memilih partai politik berbasis massa Islam. Karenanya, dia berpendapat untuk mewujudkan pemerintahan yang kuat, koalisi lebih baik menggabungkan kekuatan dengan partai-partai nasionalis.

Terkait daya tawar partai, Marwan pun menepis bakal terulangnya tren PKB yang biasanya mendapatkan kursi lebih sedikit dibandingkan suara. Konsentrasi suara hanya di beberapa daerah, sekalipun secara akumulasi nasional tetap tinggi, dalam dua pemilu langsung sebelumnya terbukti tak efektif untuk mengakumulasi konversi kursi. "Kali ini suara kami lebih merata, tak hanya dari massa tradisional dan daerah basis," ujar dia.

Terlepas dari semua data dan penantian hasil final Pemilu Legislatif 2014, peta politik Indonesia tak lagi sepenuhnya dapat disandingkan dengan "peta rujukan" berdasarkan hasil Pemilu 1955. Pemilu pertama Indonesia itu menjadi rujukan karena dianggap paling demokratis dengan hasil yang dianggap mewakili preferensi politik murni rakyat Indonesia berbasis kultural. Benar atau tidaknya, mari kita lihat bersama...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Nasional
Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Nasional
Hadiri Perayaan Ultah Hendropriyono, Prabowo Dihadiahi Patung Diponegoro

Hadiri Perayaan Ultah Hendropriyono, Prabowo Dihadiahi Patung Diponegoro

Nasional
Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celsius pada Puncak Haji

Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celsius pada Puncak Haji

Nasional
Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Nasional
KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

Nasional
Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

Nasional
Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

Nasional
Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Nasional
 Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Nasional
Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite Sesuai Penugasan Pemerintah

Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite Sesuai Penugasan Pemerintah

Nasional
Menteri KP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Menteri KP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Nasional
KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

Nasional
Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Nasional
Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, Itu Urusan Partai

Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, Itu Urusan Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com