Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hubungan Indonesia-Australia Tetap Baik

Kompas.com - 07/04/2014, 10:44 WIB


BRISBANE, KOMPAS — Apa pun hasil Pemilu 2014, hubungan Indonesia dan Australia diyakini akan tetap baik. Hubungan baik ini antara lain ditandai dengan intensifnya hubungan dagang, kesadaran mengenai perbedaan kebudayaan, dan absennya masalah serius di antara kedua negara.

”Selalu terdapat persoalan dalam hubungan luar negeri kedua negara, tetapi hubungan sekarang jauh lebih baik daripada 20 tahun lalu,” ujar David Martin Jones, profesor ilmu politik dari Universitas Queensland, dalam diskusi yang diadakan Himpunan Mahasiswa Indonesia Universitas Queensland (UQISA), Jumat (4/4), di Brisbane, Australia.

Diskusi yang diadakan di kampus Universitas Queensland ini menjadi rangkaian acara untuk menyambut pemilihan legislatif yang digelar Sabtu (5/4).

Sebelumnya Indonesian Islamic Society of Brisbane mengadakan acara Doa bagi Negeri untuk kelancaran pemilu. Acara ini dihadiri komunitas Indonesia lintas agama di Brisbane serta dimeriahkan oleh ustaz dan musisi Candra Malik.

Pemilihan legislatif di Brisbane berlangsung di Sherwood State School. Pemilih datang secara bergelombang pada acara pencoblosan yang berlangsung sehari penuh dan dimeriahkan bazar yang menyediakan beragam makanan Indonesia.

”Sekitar 1.500 orang diharapkan memberikan suaranya di sini,” ujar Pan Muhammad Faiz, Ketua Panitia Pemilihan Umum Luar Negeri di Brisbane. Di Australia, ada sekitar 35.000 warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih.

Jones menggarisbawahi kenyataan masih terus dominannya figur pemimpin, bukan ideologi, dalam pemilu di Indonesia. Sementara pelembagaan pertanggungjawaban secara struktural dalam banyak partai politik belum terbangun secara efektif.

Pada saat yang sama, perebutan kursi legislatif diduga masih sering ditandai dengan politik dagang sapi sehingga menyerupai pengaturan kartel. ”Padahal, apabila demokrasi Indonesia bisa lebih transparan, akan sangat berarti karena akan berpengaruh terhadap negara-negara kawasan, seperti Singapura dan Malaysia,” ujar Jones.

”Kini banyak kalangan yang memikirkan apakah pemerintahan seperti Singapura dan Tiongkok bisa menjadi alternatif dari demokrasi,” kata Jones.

Sementara itu, Annie Pohlman, pengajar di Universitas Queensland, mengharapkan adanya ”reformasi generasi kedua” di Indonesia. ”Reformasi generasi pertama terjadi setelah 1998. Namun, reformasi generasi kedua masih belum menjelang,” katanya.

Pohlman menyebut reformasi yang dimulai pada era pemerintahan Presiden Habibie sebagai reformasi generasi pertama. Saat itu, antara lain, dilakukan amandemen UUD 1945 dan pers dibebaskan.

Selain sejumlah kemajuan yang dicapai, Pohlman yang mendalami bahasa dan budaya Indonesia juga mencatat sejumlah pekerjaan rumah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, antara lain mengusut tuntas pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir. (Harry Bhaskara Koresponden Kompas di Australia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com