Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei KPK: Mayoritas Publik Anggap Politik Uang Lumrah

Kompas.com - 19/03/2014, 14:29 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi di 11 kota pada 2013 menunjukkan bahwa publik menganggap politik uang dalam pemilu sebagai suatu hal yang lumrah.

"71,72 persen publik menganggap politik uang itu lazim. Dari persepsi publik itu menganggap politik uang itu lumrah," kata Juru Bicara KPK Johan Budi dalam diskusi bertema "Pemilu Berintegritas Momentum Menuju Pemimpin yang Pro Pemberantasan Korupsi" di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (19/3/2014).

Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua KPK Abraham Samad, Wakil Ketua KPK Adnan Pandupraja, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan tokoh bangsa Ahmad Syafii Maarif.

Menanggapi hasil survei tersebut, Gamawan mengakui ada masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini. Gamawan lantas mengungkapkan fenomena terkait politik uang yang dia temukan ketika berkunjung ke daerah.

"Saya menemukan dua hal seperti itu di daerah. Pertama, ada tulisan besar, poster, siap menerima serangan fajar. Kedua, terima uangnya, jangan pilih orangnya, sudah mulai orang meledek bangsa dengan cara-cara seperti ini," katanya.

Untuk itu, Gamawan menawarkan solusi agar Pemerintah mengambil alih pembiayaan pemilu. Kemudian, Pemerintah mengawal pelaksanaan regulasinya di lapangan. "Solusinya, saya tawarkan, keuangan negara makin kuat, politik mahal, negara mungkin bisa ambil peran di sini. Kenapa sih tidak keluarkan saja Rp 15 triliun? Itu kan berapa persen, regulasi kita kawal bersama," ujarnya.

Masalah yang dialami sekarang, menurut Gamawan, pemerintah pusat sulit mengawal kepala-kepala daerah karena pengaruh partai politik yang mengusung kepala daerah tersebut lebih kuat.

"Salah satu kelemahannya, saya pernah menegur bupati, gubernur, yang marah partainya. Saya dicaci maki partainya, jadi partai masih enggak bisa melepaskan diri dari jabatan itu, padahal sudah milik publik. Padahal saya menegur sebagai orang punya kompetensi menurut undang-undang," tutur Gamawan.

Adnan mengatakan, hasil survei mengenai politik uang ini merupakan fenomena yang menarik. Menurutnya, diperlukan lembaga non-pemerintah untuk memberi pendidikan kepada publik mengenai bahayanya politik uang ini.

"Diperlukan NGO (lembaga non Pemerintah) yang deket publik. Sayangnya media enggak punya peran positif untuk menyarankan, media lebih suka cari sensasi," kata Gamawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com