Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MKH Pecat Hakim "Ad Hoc" Ramlan Comel

Kompas.com - 12/03/2014, 15:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com 
— Majelis Kehormatan Hakim gabungan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memecat hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Bandung, Ramlan Comel, karena diduga menerima suap terkait penanganan kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Kota Bandung.

"Menjatuhkan sanksi disiplin berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan hakim," kata Ketua Majelis Artidjo Alkostar, saat pembacaan putusan di Jakarta, Rabu (12/3/2014), seperti dikutip Antara. Pembacaan putusan itu tidak dihadiri oleh hakim terlapor (Ramlan Comel).

Majelis hakim MKH yang memecat Ramlan Comel ini terdiri dari Hakim Agung Artidjo sebagai ketua, didampingi para anggota, yakni Hakim Agung Abdul Manan, Hakim Agung M Syarifuddin, Komisioner KY Eman Suparman, Komisioner KY Imam Anshori Saleh, Komisioner KY Ibrahim, dan Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus.

Majelis MKH ini juga memerintahkan ketua MA untuk menerbitkan surat pemberhentian sementara terhadap Ramlan Comel sampai Presiden menerbitkan keputusan pemberhentian tetap.

MKH seharusnya membacakan putusan pada 6 Maret 2014, tetapi Ramlan tidak datang sehingga sidang ditunda pada Rabu ini. Namun, Ramlan kembali mangkir tanpa alasan yang sah sehingga MKH menilai hakim terlapor tidak menggunakan hak membela diri.

Dalam keputusannya, MKH menilai Ramlan terbukti melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan Peraturan Bersama (PB) Tahun 2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH, khususnya poin hakim harus menghindari perbuatan tercela dan dilarang menerima sesuatu dari pihak berperkara yang dapat memengaruhinya.

Ramlan merupakan hakim anggota yang mengadili perkara korupsi dana bansos Pemkot Bandung tahun anggaran 2009-2010 bersama hakim Setyabudi Tedjocahyono selaku ketua majelis. Ia disinyalir telah berkomunikasi dengan mantan Wali Kota Bandung, Dada Rosada, dan Toto Hutagalung terkait perkara korupsi itu.

"Dari komunikasi itu disepakati, majelis tidak akan mengikutsertakan Dada Rosada dan Sekda Pemkot Bandung (Edi Siswadi, mantan) dalam perkara itu," kata anggota majelis, Jaja Ahmad Jayus, saat membacakan pertimbangan putusan.

Selang beberapa lama, kata Jaja, hakim terlapor bersama Setyabudi telah dua kali bertemu saat berkaraoke, ketika perkara korupsi bansos itu belum diputus yang dibiayai Toto Hutagalung.

Berdasarkan keterangan Toto Hutagalung di penyidik KPK, Toto telah menyerahkan uang kepada Setyabudi. Atas perintah Setyabudi, uang yang berjumlah 50.000 dollar AS dan Rp 300 juta diserahkan kepada Ramlan Comel.

"Dalam penyidikan KPK, terungkap bahwa Ramlan Comel menerima uang Rp 5 juta yang dibungkus amplop coklat dari Asep Riyana," lanjut Abdul Manan.

Atas dasar itu, majelis berpendapat, terdapat indikasi bahwa Ramlan mengetahui dan ikut menerima dana terkait penanganan kasus korupsi dana bansos Pemkot Bandung. Hal itu melanggar SKB KEPPH dan PB Panduan Penegakan KEPPH, khususnya poin hakim dilarang menerima janji, hadiah, hibah, warisan, pinjaman, dan fasilitas dari pihak yang berperkara, serta poin bahwa hakim harus tidak tercela.

"Pelanggaran ini turut memperburuk citra peradilan di tengah upaya mewujudkan peradilan yang agung. Karenanya, cukup beralasan apabila majelis menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian secara tidak hormat," kata Abdul Manan.

KPK sudah menetapkan Ramlan dan hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Pasti Serefina Sinaga, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung.

Penetapan dua hakim sebagai tersangka ini merupakan hasil pengembangan penyidikan kasus dugaan suap bansos yang menjerat mantan Wali Kota Bandung, Dada Rosada; mantan Sekretaris Daerah Bandung Edi Siswadi; hakim Pengadilan Negeri Bandung, Setyabudi Tejocahyono; orang dekat Dada, Toto Hutagalung; mantan pejabat Pemkot Bandung, Herry Nurhayat; dan perantara bernama Asep.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com