Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Buka Korupsi Haji

Kompas.com - 27/02/2014, 09:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Penyelidikan dugaan korupsi pengadaan pondokan dan katering pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 hanya untuk membuka jalan agar Komisi Pemberantasan Korupsi bisa membongkar korupsi yang lebih besar. Kasus itu adalah dana setoran calon anggota jemaah haji mencapai Rp 50 triliun dan tak pernah jelas.

KPK telah mengantongi sejumlah bukti soal penggunaan dana setoran calon anggota jemaah haji oleh para pejabat Kementerian Agama yang diduga merupakan tindak pidana korupsi.

Hal ini antara lain berupa penggunaan dana setoran calon anggota jemaah haji untuk mengongkosi istri-istri pejabat level atas di Kementerian Agama.

Soal sejauh mana penyelidikan korupsi penyelenggaraan haji ini, Juru Bicara KPK Johan Budi SP hanya mengatakan bahwa KPK masih terus mendalami dugaan korupsinya.

”Dalam waktu tidak terlalu lama akan ada permintaan keterangan lagi,” kata Johan di Jakarta, Rabu (26/2).

Namun, saat ini, penyelidikan haji masih fokus pada pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan haji tahun 2012-2013.

”Intinya bahwa penyelidikan pelaksanaan haji 2012-2013 berkaitan dengan pelaksanaan barang dan jasa. Bisa pondokan, bisa transportasi, bisa katering,” katanya.
Penggelembungan harga

Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch, Ade Irawan, salah satu temuan dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap penyelenggaraan haji adalah adanya indikasi penggelembungan harga katering untuk jemaah.

Katering juga menjadi salah satu target para pemburu rente di DPR karena nilainya cukup menggiurkan.

Hal yang sama juga terjadi dalam pengadaan pondokan bagi jemaah haji selama berada di Arab Saudi. Ada indikasi permainan harga dalam pengadaan pondokan haji yang nilainya lebih dari Rp 100 miliar. Mereka yang diduga terlibat antara lain pejabat di Kementerian Agama dengan anggota DPR yang ikut membahas anggaran pengadaan pondokan haji ini.

Ade membenarkan permainan selisih kurs dalam pengadaan barang dan jasa pada penyelenggaraan ibadah haji menjadi salah satu modus korupsi.

”Ada dua permainannya dalam pengadaan barang dan jasa seperti pondokan dan katering. Pertama melalui selisih kurs, yang kedua me-mark up nilai pengadaannya,” kata Ade.

Nilai kontrak tersebut dihitung dengan kurs mata uang Arab Saudi, riyal Saudi. Dalam penyelidikan KPK, ditemukan indikasi adanya permainan kurs yang diduga sengaja dilakukan sejumlah pejabat Kementerian Agama terkait.

Dugaan modus korupsinya dilakukan melalui perbedaan selisih kurs rupiah dengan riyal yang tak sesuai dengan kondisi di lapangan. Nilai tukar rupiah terhadap riyal sengaja dilemahkan dari kurs yang seharusnya berlaku di pasar mata uang. Modus seperti ini diduga diketahui oleh sejumlah anggota DPR yang ikut menikmati keuntungan dari selisih kurs yang tak wajar dalam pengadaan pondokan haji.

Bukan hanya itu modus korupsinya. KPK juga menemukan dugaan adanya penggelembungan harga dalam pengadaan pondokan haji ini. Nilai kontrak pengadaan pondokan haji diduga tidak wajar.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pengadaan pondokan dan katering yang diduga dikorupsi ini juga melibatkan anggota DPR. Bahkan salah seorang petinggi partai politik yang dekat dengan Kementerian Agama diduga terlibat dalam pengadaan katering jemaah haji. (BIL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com