Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Melobi Megawati Harus Pakai Hati, Bukan Intimidasi..."

Kompas.com - 18/02/2014, 07:33 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dukungan kuat yang tecermin dari survei untuk pengusungan Joko Widodo diusung sebagai calon presiden dan belum juga adanya keputusan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi polemik yang terus menghangat. Seiring polemik itu, desakan untuk PDI-P segera membuat keputusan soal pencalonan itu pun semakin kencang.

Politisi PDI-P, Eva Kusuma Sundari, pun angkat suara soal hal ini. Bagi Eva, semua pihak berhak menyampaikan aspirasi. Menurut dia, gelombang aspirasi itu merupakan wujud dari tingginya kualitas demokrasi di PDI-P.

"Tetapi, tentu ada batasan-batasan karena kebebasan berpendapat tidak boleh membatasi hak orang lain, terutama agar demokrasi itu jadi berkualitas," kata Eva, Senin (17/2/2014) malam. Anggota Komisi III DPR ini mengatakan, keinginan kuat untuk mengusung Jokowi tetap harus menggunakan argumentasi yang rasional.

Eva mengingatkan, kalaupun Jokowi akan diusung menjadi calon presiden, hal itu harus dilakukan lewat PDI-P yang merupakan partai politik tempat dia bernaung. Pencalonan presiden pun menurut UU Pemilu Presiden hanya dapat melalui jalur partai politik.

Soal mekanisme di internal PDI-P, Eva mengatakan keputusan soal pencalonan presiden berada di tangan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum partai adalah berdasarkan amanat kongres. Amanat itu menyatakan mekanisme penentuan calon presiden PDI-P merupakan hak prerogatif Ketua Umum PDI-P.

"Ada etika berekspresi, tetap memajukan rasionalitas, bukan emosi kata hati yang kalau dipaksakan justru akan berdampak kontraproduktif bagi goal-nya aspirasi itu sendiri," tegas Eva. Ia melanjutkan, semua aspirasi dari eksternal pun harus ditampung untuk kemudian dikanalisasi ke PDI-P dan Megawati.

Eva yakin Megawati akan mempertimbangkan semua masukan dan mengambil keputusan tepat demi kebaikan PDI-P dan bangsa, bukan demi kebaikan pribadi atau individu. "Sampaikan aspirasi secara cerdas dan santun. Seni dalam lobi ke Ketum (Megawati) adalah dengan mengambil hati, bukan intimidasi," pungkasnya.

Seperti diberitakan, dorongan agar PDI-P mengusung Jokowi sebagai capres terus membesar. Dukungan itu berasal dari dalam dan luar PDI-P. Sejumlah pihak percaya jika penetapan Jokowi sebagai capres akan memengaruhi perolehan suara PDI-P secara signifikan.

Elektabilitas Jokowi sebagai capres memang selalu teratas berdasarkan hasil survei berbagai lembaga survei, relatif jauh di atas elektabilitas Megawati. Namun, Jokowi tak pernah mau berkomentar mengenai pencapresan dengan alasan fokus pada pekerjaan sebagai Gubernur DKI Jakarta.

PDI-P mengaku memasukkan Jokowi dalam beberapa skenario menghadapi Pilpres 2014. Skenario pertama, jika mereka berhasil melewati ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden, sudah ada dua nama di internal yang akan dipasangkan sebagai capres dan cawapres, yakni Megawati Soekarnoputri dan Jokowi.

Skenario kedua, jika suara PDI-P di Pemilu Legislatif 2014 tidak cukup untuk mengusung pasangan capres-cawapres sendiri, Jokowi akan dipasangkan dengan cawapres dari partai koalisi. Karena itu, PDI-P diperkirakan baru akan memutuskan pencapresan setelah pileg.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com